
Mencari Panda dalam KBBI
Kamus kesayangan kita, KBBI, memuat berbagai kata yang merupakan nama hewan, seperti harimau, kuda, cacing, platipus, tenggiling, dan tapir. Ada pula kuskus, okapi, dan browser. Namun, di sana tidak ada panda meskipun nama dan wujud hewannya telah akrab bagi kita. Lalu, di manakah panda? Mengapa ia tidak tercatat dalam KBBI? Apakah ukurannya dianggap terlalu besar sehingga tidak termuat dalam kamus kebanggaan para pencinta kata baku itu? Rasanya tidak mungkin, ya, sebab gajah pun bisa masuk KBBI.
Jadi, bagaimana sebuah kata dapat terdaftar dalam kamus tersebut? Syukurlah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa—yang biasa dikenal dengan Badan Bahasa saja—telah menyediakan jawabannya dalam sebuah artikel berjudul “Bagaimana Sebuah Kata Masuk ke KBBI” di situs web mereka.
Menurut artikel itu, terdapat lima hal yang membuat sebuah kata bisa diterima menjadi bagian dari KBBI, yaitu unik, eufonik, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif, dan kerap dipakai. Berdasarkan ketentuan tersebut, mari kita cek apakah panda layak masuk atau tidak.
Untuk menyebut hewan yang berwarna hitam dan putih, memiliki lingkaran hitam di matanya, dan memakan bambu, kita memerlukan kata khusus. Kita tahu, tidak ada kata yang lebih tepat untuk menyebutnya, kecuali panda. Jadi, dapat dikatakan bahwa panda itu unik.
Kata panda juga eufonik. Kita tidak merasa janggal atas bunyinya. Bunyi serupa pun dapat kita temukan pada kata lain, seperti kanda, canda, dan janda. Artinya, bunyi demikian sudah lazim bagi penutur bahasa Indonesia.
Selanjutnya, pada artikel Badan Bahasa yang saya sebut di atas, sesuai dengan kaidah diartikan sebagai kemungkinan sebuah kata dapat dibentuk dan membentuk kata lain. Selama ini, kita mengenal gabungan kata mata panda untuk menyebut lingkaran gelap di sekitar mata yang disebabkan keletihan. Oleh karena itu, panda memenuhi ketentuan nomor urut tiga itu. Lagi pula, ejaannya juga aman, ‘kan?
Lalu, untuk mengecek konotasi suatu kata, Badan Bahasa memanfaatkan Leipzig Corpora Collection. Mereka mencontohkan kata pelokalan dan lokalisasi. Hasilnya, pelokalan berkaitan dengan Firefox, Mozilla, bahasa, aplikasi, Jepang, OS, WordPress, proyek, dan tim. Sementara itu, lokalisasi bersangkutan dengan kata, antara lain, prostitusi, seks, pelacuran, pekerja, WTS, dan PSK. Dapat kita lihat bahwa lokalisasi berkonotasi negatif, sedangkan pelokalan tidak. Meskipun begitu, lokalisasi tercatat dalam KBBI.
Bagaimana dengan panda? Dengan cara pengecekan serupa, saya mendapati panda berkaitan dengan kata, antara lain, hewan, binatang, mata, beruang, dan raksasa. Tidak ada yang berkonotasi negatif di sana.
Gambar 1 Panda dan Kata yang Berkaitan
Terakhir, apakah panda kerap dipakai? Kita sebenarnya dapat dengan yakin mengatakan iya. Namun, agar objektif, mari kita cek berdasarkan ukuran dan cara yang serupa dengan yang digunakan oleh Badan Bahasa.
Ukuran kekerapan pemakaian terdiri atas frekuensi dan julat (rentang). Frekuensi dapat diketahui melalui penelusuran di Google. Untuk kata panda, terdapat sekitar 706 juta hasil. Sementara, julatnya dianalisis dengan Google Trends. Hasilnya, panda muncul di berbagai kota di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan, serta sedikit di Sulawesi dan Bali. Oleh karena itu, dapat disebut bahwa panda memiliki frekuensi yang tinggi dan ketersebaran yang luas. Singkatnya, panda kerap dipakai.
Gambar 2 Frekuensi Panda
Gambar 3 Julat Panda
Jadi, apa yang membuat panda tidak dimasukkan ke KBBI? Kita masih belum tahu. Yang jelas, panda memenuhi lima ketentuan yang disebutkan Badan Bahasa.
Namun, apa benar kata panda sama sekali tidak ada dalam KBBI? Setelah menelusurinya lebih lanjut, saya menemukan bahwa ia muncul dalam arti kata monofag sebagai bagian dari frasa nomina beruang panda. Lantas, apakah beruang panda masuk KBBI? Ternyata tidak.
Gambar 4 Entri Monofag di KBBI
Selain itu, panda juga muncul di KBBI sebagai gabungan kata dalam mata panda yang berarti ‘lingkaran berwarna gelap pada kulit di sekitar mata (biasanya di bagian bawah mata) karena kurang istirahat atau kurang sehat’.
Meskipun begitu, tetap saja, panda tidak tercatat sebagai kata tunggal. Ia perlu bergandeng dengan kata lain agar bisa masuk kamus itu. Mungkin ia malu untuk menjadi “warga” KBBI. Sebabnya, selain dicap sebagai hewan malas, ia juga tidak punya gandengan. Astagfirullah.
#panda #kata #KBBI
Penulis : Harrits Rizqi
Penyunting : Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam