Pemenuhan Kalimat Efektif
Saya salah menduga. Pada saat pertama kali membaca judulnya, Kalimat Efektif, saya kira buku ini akan lebih banyak membahas perangkaian kalimat, mulai dari frasa dan klausa, unsur, pola, perluasan, variasi struktur, hingga penggambaran diagram pohon. Ternyata, buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd. ini lebih berfokus pada syarat-syarat kalimat efektif yang melibatkan tataran bahasa lain, yaitu kata dan ejaan.
Pada Bab 1 yang merupakan pendahuluan, pembaca mendapatkan penjelasan mengenai konteks yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Penulis menyebut bahwa kalimat yang benar (dan juga baik) harus memenuhi persyaratan gramatikal. Itu berarti kalimat harus disusun berdasarkan kaidah yang berlaku, yaitu unsur kalimat, ejaan, serta diksi. Pernyataan tersebut cukup menjawab rasa penasaran saya kenapa dalam buku yang berjudul Kalimat Efektif ini ada bab-bab khusus mengenai ejaan, diksi, serta kata baku.
Ada dua jenis syarat yang perlu dipenuhi untuk menyusun kalimat efektif, yaitu syarat awal dan syarat utama. Syarat awal mencakup diksi atau pemilihan kata yang dibahas pada Bab 2 dan penulisan ejaan yang dibahas pada Bab 3. Syarat utama meliputi struktur kalimat dan ciri kalimat yang dibahas pada Bab 4. Selain kedua jenis syarat tersebut, ada pula syarat tambahan yang berupa pemenuhan daya nalar. Pembahasan mengenai logika atau penalaran tersebut dibahas dalam Bab 5.
Pada Bab 6 dan Bab 7, pembaca diberi paham tentang dua faktor yang berlawanan—faktor pendukung kalimat efektif dan faktor penyebab ketidakefektifan kalimat. Bab berikutnya sekaligus bab terakhir dalam buku ini cukup membuat saya terkejut. Sebabnya, penulis secara khusus mencantumkan daftar kata baku dan kata tidak baku dalam bentuk tabel empat kolom dua sisi. Jika ditotal, daftar tersebut berjumlah empat puluh halaman—kurang lebih sepertiga isi buku. Bagi pembaca yang baru kembali belajar bahasa Indonesia, Bab 8 ini akan sangat mencerahkan, bak panduan sederhana kembali ke jalan yang benar.
Dalam buku ini—versi revisi yang dicetak pada Maret 2014, penulis masih menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) alih-alih Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang disahkan pada 2015. Meski demikian, isi bagian mengenai ejaan yang diuraikan tidak jauh berbeda dengan kaidah yang berlaku sekarang. Penulis pun membaginya menjadi tiga bagian umum—persis PUEBI (2015), yaitu huruf, kata, dan tanda baca.
Pada akhirnya, saya turut mengiyakan bahwa tidak akan ada kalimat yang efektif tanpa adanya pemilihan kata yang tepat, penulisan ejaan yang tertib, pemenuhan struktur umum dan ciri kalimat yang sesuai, serta penalaran yang benar. Kita juga perlu terbuka terhadap faktor-faktor penyebab ketidakefektifan kalimat, seperti kontaminasi, pleonasme, dan ambiguitas. Sebelum berani berpusing-pusing ria dengan frasa, klausa, subjek, predikat, objek, pelengkap, jenis-jenis kalimat, dan hal-hal lainnya, ada baiknya Kerabat Nara membaca buku ini terlebih dahulu sebagai pengantar yang ringan.
Penulis: Dessy Irawan
Penyunting: Harrits Rizqi
Artikel & Berita Terbaru
- Perbedaan Pantomim dan Mime
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi