Seni Berbicara
“Neraka paling mencekam dalam kehidupan adalah tiadanya kemerdekaan berbicara,” tulis Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dalam prakata buku Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Saya rasa kita bersepakat dalam hal tersebut—mengingat kebebasan berbicara bangsa ini pernah dijajah.
Berbicara mungkin terdengar sepele. Untuk melakukannya, latihan khusus tampak tidak dibutuhkan. Namun, nyatanya berbicara memerlukan latihan secara teratur agar kemampuan tersebut dapat dimaksimalkan sesuai dengan kebutuhan tiap individu. Selain itu, peningkatan ekspresi lisan dengan berbicara ternyata dapat mengembangkan daya pikir individu. Oleh karena itu, latihan berbicara perlu dilakukan.
Keterampilan berbicara dibahas tuntas dalam buku yang telah disebut pada paragraf pertama. Buku tersebut memuat lima bab.
Bab pertama berisi pendahuluan. Dalam bab itu, dibahas keterampilan berbahasa dan komponen-komponennya; hubungan keterampilan berbicara dengan keterampilan menyimak, membaca, dan menulis; berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi; batasan dan tujuan berbicara; berbicara sebagai seni dan ilmu; ragam seni berbicara; serta metode penyampaian dan penilaian berbicara.
Pada bab kedua, buku itu membahas kiat berbicara di muka umum (wicara publik). Kiat tersebut terdiri atas berbicara untuk melaporkan, berbicara secara kekeluargaan, berbicara untuk meyakinkan, dan berbicara untuk merundingkan.
Sementara itu, bab ketiga membahas diskusi kelompok. Pada bab ini, pembaca diajak untuk mengenal pengertian dan tujuan diskusi kelompok, pembagian kelompok tidak resmi dan kelompok resmi, tugas ketua dan partisipan, manfaat diskusi kelompok, aneka hambatan dan cara penanggulangan, serta ukuran-ukuran untuk menilai diskusi kelompok. Selain itu, Prof. Tarigan juga mengajak pembacanya untuk menjelaskan ide-ide mereka kepada kelompok.
Jika wicara publik pada bab kedua lebih menekankan pada seni berbicara satu arah, diskusi kelompok pada bab ketiga justru menekankan pada seni berbicara banyak arah. Dari bab ini, perdebatan diharapkan terjadi demi menunjukkan pemertahanan pro dan kontra dalam suatu topik pembicaraan.
Kemudian, pada bab keempat, buku ini membahas prosedur parlementer. Pembahasannya mencakup pengertian dan tujuan, prosedur pembentukan suatu perkumpulan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, tugas pengurus, laporan, susunan acara, mosi dan usul, serta kaidah-kaidah presidensi.
Pada bab terakhir, yakni bab kelima, buku setebal 120 halaman ini membahas debat. Subbahasannya mencakup penggunaan debat, jenis-jenis debat, syarat-syarat susunan kata proposisi, pokok-pokok persoalan, persiapan laporan singkat, persiapan pidato debat, sikap dan teknik berdebat, keputusan, turnamen debat, dan norma-norma dalam berdebat dan bertanya.
Menurut saya, buku Berbicara sebagai Sebuah Keterampilan Berbahasa berhasil menjelaskan seni berbicara secara umum dan spesifik. Meski tidak dilengkapi dengan soal atau latihan, buku tersebut mampu menyuguhkan berbagai teori berbicara yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
#resensi #berbicara #henrygunturtarigan
Penulis: Shafira Deiktya
Penyunting: Harrits Rizqi
Artikel & Berita Terbaru
- Perbedaan Pantomim dan Mime
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi