Saya dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

oleh Holy Adib
Ilustrasi Saya dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

Perjumpaan pertama saya dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terjadi sewaktu saya kuliah sekitar 2008. Saya melihat buku tebal berwarna merah di meja kerja bapak saya di rumah saya di kampung, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Di sampul depannya tertulis “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Saat itu saya tidak memperhatikan KBBI tersebut edisi keberapa dan belum tahu KBBI ada beberapa edisi. Kelak saya tahu bahwa kamus tersebut KBBI III.

Saya seperti mendapatkan mainan baru ketika menemukan KBBI tersebut. Di kosan saya di Padang, selama beberapa hari, saya sibuk membolak-balik halaman kamus itu dan merasa takjub karena ada begitu banyak kata dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak saya ketahui. Meski begitu, saya tidak menggunakan kamus itu untuk membantu saya menulis karena belum tahu manfaat kamus untuk membantu menulis. Lagi pula, sewaktu itu saya baru belajar menulis.

Setelah kurang lebih dua tahun bersama dengan kamus itu, saya kehilangannya ketika pindah kos karena lupa membawanya. Sejak saat itu, saya tidak pernah melihat KBBI lagi hingga 2015. 

Pada 2015 saya mencari KBBI IV di Perpustakaan Balai Bahasa Sumatera Barat. Itulah perjumpaan kedua saya dengan KBBI cetak. Saya sengaja mencarinya untuk melihat beberapa kata yang saya butuhkan. Kata-kata tersebut tidak saya temukan di kbbi.web.id. Situs itu bukan milik Badan Bahasa, tetapi datanya berbasiskan KBBI III milik Badan Bahasa. Meskipun isinya jauh tertinggal dari KBBI IV, situs tersebut cukup membantu pekerjaan saya sebagai redaktur di koran Haluan dan penulis esai bahasa karena ia dapat diakses secara mudah dengan jaringan internet.

Karena membutuhkan KBBI IV sebagai KBBI termutakhir, sementara di kantor saya tak ada kamus tersebut dan saya tak mungkin mengunjungi perpustakaan tiap sebentar jika membutuhkan KBBI IV, saya memutuskan untuk membelinya. Saya membelinya di Gramedia Padang seharga Rp438 ribu pada Juli 2016. Kamus itulah buku termahal yang pernah saya beli hingga kini.

Setelah saya membeli KBBI IV, muncul masalah lain: Saya kesulitan membawa kamus itu ke mana-mana karena berat (sekitar 3 kg) dan tebal (1.701 halaman). Saya tidak mungkin membawanya ke mana-mana, tetapi saya membutuhkannya di luar rumah sebab sering menulis di berbagai tempat, seperti di kantor, kafe, warung kopi pinggir jalan, dan kosan teman. Saat itu KBBI IV belum ada versi daringnya. Oleh sebab itu, lagi-lagi kbbi.web.id menjadi andalan saya jika sedang berada jauh dari KBBI IV, yang saya simpan di rumah.

Tak lama setelah saya membeli KBBI IV, Badan Bahasa menerbitkan situs kbbi4.portalbahasa.com alias KBBI IV versi daring. Karena munculnya situs tersebut, di satu sisi saya menyesal membeli KBBI IV cetak. Kalau tahu situs tersebut akan diterbitkan, saya tidak perlu mengeluarkan Rp438 ribu untuk membeli KBBI IV. Di sisi lain saya senang ada kbbi4.portalbahasa.com sebab dapat mengakses KBBI termutakhir, dapat dikatakan, di mana saja dan kapan saja dengan jaringan internet.

Namun, kbbi4.portalbahasa.com ternyata hanya situs sementara. Pada 28 Oktober 2016 Badan Bahasa menerbitkan KBBI Daring pada laman kbbi.kemdikbud.go.id. Beberapa waktu sebelum itu, situs kbbi4.portalbahasa.com ditutup. 

Sejak hadir di jagat maya, KBBI Daring menjadi primadona banyak orang. Pengaksesnya begitu tinggi. Dikutip dari “KBBI Daring Tembus 200 Juta Pencarian, Setara Kamus Oxford Online” (Medcom.id, 21 Maret 2023), dalam sepekan pertama terdapat 400 ribu pencarian di KBBI. Kemudian, dalam empat tahun tiga bulan sejak diluncurkan, tercatat 100 juta pencarian. Hingga 21 Maret 2023 angka pencarian di KBBI mencapai 200.400.000 pencarian. Saat saya menulis esai ini, 21 Maret 2024, di kbbi.kemdikbud.go.id (lihat submenu “Halaman Statistik” di menu “Seputar Laman”) tercatat bahwa total pencarian di KBBI Daring ialah 247.381.117 pencarian. Hal itu menandakan bahwa sebenarnya selama ini publik membutuhkan KBBI, tetapi terhalang untuk mengaksesnya sebab tidak semua orang mampu membeli KBBI cetak, dan kalaupun mampu membelinya, tidak praktis pula dibawa ke mana-mana.

Hal lain yang membuat KBBI Daring diminati banyak orang sebagai kamus bahasa Indonesia daring ialah datanya jauh lebih banyak daripada kbbi.web.id. Pengelola kbbi.web.id mengakui hal itu dengan mengatakan bahwa data situsnya mengacu kepada KBBI III dan merekomendasikan publik untuk merujuk ke kbbi.kemdikbud.go.id sebagai KBBI terbaru. Penyebab lain KBBI Daring diminati ialah bahwa KBBI Daring dapat diperkaya oleh masyarakat umum. Di laman depan KBBI Daring ditulis pemberitahuan: Laman KBBI Daring mengakomodasi usulan pengayaan dan perbaikan isi kamus. Siapa saja dapat berpartisipasi memperkaya khazanah kosakata KBBI Daring dan mengusulkan perbaikan entri KBBI. Namanya tercatat di situs tersebut apabila usulannya diterima oleh redaksi KBBI Daring. Hal seperti itu tidak ada pada kamus lain. 

Setelah meluncurkan KBBI Daring, Badan Bahasa meluncurkan aplikasi KBBI Luring (offline) pada November 2016. Hanya dengan mengunduh aplikasi tersebut di Play Store, pengguna ponsel Android dapat mengakses KBBI Luring tanpa jaringan internet. Hal itu berarti bahwa publik makin mudah mengakses KBBI, bahkan tanpa biaya—mengakses KBBI Daring masih menggunakan biaya walaupun sedikit, yaitu kuota internet. Dengan demikian, keberadaan KBBI Luring melengkapi KBBI Daring

Perbedaan KBBI Daring dengan KBBI Luring terletak pada pemutakhirannya. KBBI Daring diperbarui sekali enam bulan, sedangkan pemutakhiran KBBI Luring terlambat beberapa bulan daripada pemutakhiran KBBI Daring. Untuk mendapatkan KBBI Luring termutakhir, pengguna ponsel Android harus mencabut KBBI Luring dari Play Store, lalu memasangnya kembali.

 

Mengoleksi KBBI 

Sebagai esais bahasa dan pengamat bahasa Indonesia, saya mengoleksi buku-buku yang berkaitan dengan linguistik dan bahasa Indonesia, termasuk kamus. Dalam beberapa tahun saya berhasil mengumpulkan semua edisi KBBI. KBBI I, II, dan III saya beli dari beberapa pelapak buku bekas di Facebook. KBBI IV, sebagaimana yang telah saya ceritakan, sudah saya beli lebih dulu. Sementara itu, KBBI V saya dapatkan dari Badan Bahasa sebagai pemberian. KBBI V terbit pada 2016. KBBI V milik saya merupakan cetakan ketiga, yang terbit pada 2018. Datanya diambil dari KBBI Daring per 30 Maret 2017. 

Dari ketebalannya (1.964 halaman), KBBI V jelas KBBI yang paling tebal—Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002) terbitan Modern English Press tebalnya 1.749 halaman—dan yang paling banyak entrinya, yaitu sekitar 120.000 entri. Sementara itu, KBBI IV (2008) memuat sekitar 90.000 entri, KBBI III (2001) 78.000 entri, KBBI II (1991) 68.000 entri, dan KBBI I (1988) 62.100 entri. 

Terakhir, saya melengkapi koleksi KBBI saya dengan kamus cikal bakal KBBI, yaitu Kamus Bahasa Indonesia (KBI) (1983) terbitan Pusat Bahasa. KBI, menurut saya sebagai pemburu buku bekas, merupakan kamus langka. Sejak 2014 hingga kini berburu buku bekas di lapak-lapak buku bekas di Facebook dan di berbagai kota di Indonesia, saya hanya satu kali menemukan orang yang menjual KBI—KBBI I hingga IV sering saya temukan dijual di lapak buku bekas. Saya membelinya dengan harga murah dari pelapak buku bekas di Facebook, yaitu sekitar Rp30 ribu. Ia menjualnya dengan harga murah mungkin karena hanya ada satu jilid (jilid I dengan abjad A sampai J) atau karena tidak tahu bahwa kamus itu langka.

 

Menjadi Editor KBBI Daring

Kepraktisan penggunaan KBBI Daring maupun KBBI Luring membuat saya akrab dengan kamus tersebut. Lewat situs dan aplikasi, KBBI yang berat dan tebal itu kini berada dalam genggaman. Saking praktisnya untuk digunakan, KBBI bahkan bisa diakses sebelah tangan; dapat dilihat sambil berdiri, berbaring, tertelungkup, dan duduk. Hal itu tidak dapat dilakukan dengan KBBI cetak. 

Karena KBBI menjadi praktis untuk digunakan, saya tiap sebentar membuka KBBI demi mengetahui makna kata maupun frasa, memeriksa ada atau tidaknya suatu kata atau frasa dalam KBBI, dan memeriksa segala sesuatu yang ada di KBBI, seperti makna entri dan label entri. Apabila menemukan kesalahan atau kekurangan pada entri KBBI, saya langsung menangkap layar yang terdapat entri itu, lalu mengirimkan tangkapan layar tersebut ke Klinik Bahasa—grup WhatsApp yang isinya mayoritas orang Badan Bahasa, dosen bahasa, dan praktisi bahasa—untuk didiskusikan. Di grup itu saya sering terlibat diskusi dan perdebatan tentang persoalan bahasa Indonesia sejak 2016. Di grup tersebut saya juga sering membagikan esai-esai bahasa yang saya tulis.

Mungkin karena dianggap kritis dan awas terhadap KBBI dan cermat mengamati bahasa Indonesia, saya diundang sebagai praktisi media massa untuk menjadi narasumber pada “Lokakarya II Pemutakhiran KBBI 2018” di Kantor Badan Bahasa, Jakarta, 18 Oktober 2018. Saat itu saya menjabat sebagai Redaktur Bahasa di Haluan

Mungkin karena itu pula, saya diajak bergabung dengan redaksi KBBI Daring sebagai editor. Ceritanya begini: Pada November 2021, sebulan sebelum saya wisuda S-2, saya ditawari oleh Kepala Badan Bahasa, Prof. Endang Aminudin Aziz, untuk menjadi editor KBBI Daring. Sebenarnya pada 2020 saya sudah ditawari oleh Pemimpin Redaksi KBBI Daring, Bu Dora Amelia, untuk menjadi editor KBBI Daring, tetapi saat itu saya tidak bisa karena sedang sakit asam lambung dan harus menyelesaikan tesis. Karena itu, ketika datang tawaran kedua untuk menjadi editor KBBI Daring, saya tidak menyia-nyiakannya. Saya langsung menyetujui tawaran Prof. Amin.

Pada Februari 2022 saya diberi pelatihan sebagai editor KBBI Daring selama tiga hari di Kantor Badan Bahasa yang di Sentul, Kabupaten Bogor. Setelah mengikuti pelatihan, saya mulai paham cara memasukkan usulan ke KBBI Daring dan tahu cara menyeleksi usulan dari masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, saya makin mahir melakukan tugas sebagai editor KBBI Daring.

Begitulah kisah saya dan KBBI: berjumpa secara tidak sengaja, lantas menjadi editornya, hal yang tidak pernah saya bayangkan sebab saya bukan pegawai Badan Bahasa. Barangkali Anda juga punya kisah yang menarik dengan satu atau beberapa buku. Silakan ceritakan.

Penulis: Holy Adib
Penyunting: Rifka Az-zahra

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar