Menilik Keutuhan Wacana

oleh Shafira Deiktya Emte
Ilustrasi menilik keutuhan wacana

Saat membaca prakata buku Keutuhan Wacana yang ditulis oleh Junaiyah H.M. dan E. Zaenal Arifin, saya membayangkan suguhan teori-teori wacana yang rumit. Tulisan pada sampul buku yang menyebutkan bahwa buku ini diperuntukkan bagi mahasiswa dan guru Bahasa Indonesia pun menambah prasangka saya mengenai hal tersebut. Namun, setelah saya membaca isinya dengan saksama, buku ini nyatanya tidak hanya berbicara tentang teori-teori babon. Buku yang berisi delapan bab ini membahas wacana yang kompleks secara ringan dan mudah dipahami.

Dalam hierarki kebahasaan, wacana merupakan “raja”. Ia berada pada posisi paling tinggi karena mencakup semua unsur kebahasaan yang diperlukan untuk menjalankan fungsi komunikasi. Wacana merupakan teks yang utuh dan pragmatis. Suatu tulisan dapat dikatakan berwacana hanya jika ia memiliki informasi yang selesai, utuh, dan komunikatif. 

Pada bab pertama, buku ini membahas konsep-konsep dasar mengenai wacana, seperti batasan wacana yang dikemukakan beberapa pakar linguistik, wacana dalam hierarki kebahasaan, unsur-unsur wacana—baik unsur internal maupun eksternal, serta tema, topik, dan judul wacana. Bab pertama ini mengajak pembacanya untuk berkenalan lebih dekat dengan wacana dan memahami perbedaannya dengan tataran bahasa yang lain. 

Pada bab kedua dan ketiga, buku ini membahas hubungan isi (koherensi) dan hubungan bahasa (kohesi) dalam wacana. Bab kedua menguraikan pertalian bentuk atau kohesi yang terdiri atas alat kohesi gramatikal dan alat kohesi leksikal. Alat kohesi gramatikal mencakup referensi endofora dan eksofora, konjungsi, substitusi, serta pelesapan (elipsis). Alat kohesi leksikal mencakup sinonimi, antonimi, hiponimi, meronimi, dan kolokasi (sanding kata). Sementara itu, bab ketiga menguraikan pertalian makna dalam wacana atau koherensi, yaitu hubungan semantis yang terdiri atas hubungan pengulangan dan pembandingan (komparasi). Pada bab ketiga ini disuguhkan pula perbedaan lebih lanjut mengenai alat kohesi dan koherensi dalam wacana.

Pada bab keempat, kita diajak untuk belajar memerinci perbedaan antara teks, nonteks, koteks, konteks, dan tekstur wacana. Lebih terperinci, pada bagian konteks wacana, dijelaskan dengan lugas rumusan SPEAKING, yakni setting atau konteks latar, participant atau peserta, ends atau hasil, act atau pesan/amanat, key atau cara, instrument atau sarana, norms atau norma, dan genre atau jenis.

Pada bab kelima, keenam, dan ketujuh, buku ini mencoba membagi kelompok, ranah, dan bentuk wacana. Kelompok wacana terdiri atas wacana menurut eksistensi, jumlah penutur, sarana, sifat, dan pemaparan. Ranah wacana di dalam pergaulan sehari-hari terdiri atas wacana ekonomi, sosial, politik, dan militer. Sementara itu, bentuk wacana terdiri atas wacana berita, hortatori, dramatik, dan epistoleri.

Terakhir, bab kedelapan mengajak kita untuk menilik analisis wacana sejak tahun 1950-an dan wacana secara hierarki, cara memahami wacana, serta metode dan teknik analisis wacana. Cara memahami wacana dapat dilakukan dengan penafsiran lokal dan analogi. Di lain sisi, cara menganalisis wacana dapat dilakukan dengan metode deskriptif, distribusional, analisis isi, serta pragmalingustik. Sementara itu, teknik analisis keruntutan wacana dapat dilakukan dengan teknik permutasi dan substitusi. 

Buku berjumlah 132 halaman ini dapat menjadi salah satu rujukan dalam memahami wacana. Meski diperuntukkan bagi mahasiswa dan guru, buku ini juga dapat dinikmati oleh masyarakat umum karena bahasa dan penjelasannya dapat dipahami dengan mudah dan baik. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan soal latihan pada setiap babnya sehingga membantu untuk melatih pemahaman terhadap materi yang diberikan.

#resensi #wacana #junaiyah #zaenalarifin

Penulis: Shafira Deiktya

Penyunting: Harrits Rizqi

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar