Kata Wantahan: Mereka yang Berhuruf Miring
Kerabat Nara barangkali sudah paham soal pemadanan kata asing. Pemadanan dapat dilakukan dengan penyerapan, penerjemahan, atau penggabungan penyerapan dan penerjemahan. Mari kita bahas secara singkat.
Penyerapan bisa diterapkan melalui empat cara, yakni penyesuaian ejaan dan lafal, penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal, penyesuaian lafal tanpa penyesuaian ejaan, serta tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Berikut ialah contohnya.
- Penyesuaian ejaan dan lafal: camera menjadi ‘kamera’
- Penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal: design menjadi ‘desain’
- Penyesuaian lafal tanpa penyesuaian ejaan: radio menjadi ‘radio’
- Tanpa penyesuaian ejaan dan lafal: internet menjadi ‘internet’
Sementara itu, contoh pemadanan melalui penerjemahan dapat kita temukan pada kata toserba. Kata tersebut adalah terjemahan langsung dari supermarket. Kemudian, ada pula penerjemahan dengan perekaan yang tecermin pada kata majemuk sulih suara. Kata majemuk tersebut merupakan terjemahan dengan perekaan dari kata dubbing.
Pemadanan yang ketiga, yakni penggabungan penyerapan dengan penerjemahan, lazim digunakan untuk sebuah istilah dalam bidang tertentu. Contohnya ialah calcaneocuboid joint yang menjadi ‘sendi kalkaneokuboid’.
Di luar itu, apabila kita membuka kamus, ada beberapa kata asing yang tidak mengalami pemadanan. De facto dan de jure, misalnya, telah terdaftar di dalam KBBI V. Dua kata tersebut tetap ditulis dengan huruf miring. Contoh lainnya ialah quo vadis?, cum laude, dan ad hoc. Kelima kata itu tidak dipadankan, baik melalui penyerapan, penerjemahan, maupun gabungan antara penyerapan dan penerjemahan.
De facto, de jure, quo vadis?, cum laude, dan ad hoc disebut sebagai kata wantahan. Mereka tidak mengalami perubahan bentuk. Barangkali, Kerabat Nara berpikir bahwa kata wantahan sama dengan penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Toh, internet juga tidak mengalami penyesuaian ejaan dan lafal, ‘kan?
Sekilas, kata wantahan memang mirip dengan penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal. Namun, kata wantahan tetap perlu ditulis dengan huruf miring, sedangkan internet serta internal sebagai hasil penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal tidak perlu dimiringkan.
#pemadanan #wantahan
Rujukan:
Qodratillah, Meity Taqdir. 2016. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Tata Istilah. Jakarta: Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam