Suatu hari, Mas Harrits—kolega saya di Narabahasa—bertanya, “Dhis, lo pernah nggak nemu sastrawan yang juga seorang linguis?” Pertanyaan yang menarik.
Saya kemudian mengingat beberapa nama, seperti Remy Sylado, Sapardi Djoko Damono, dan Ajip Rosidi. Mereka, selain menulis karya sastra yang diminati publik, juga menelurkan beberapa karya kebahasaan. Namun, saya rasa Remy, Sapardi, dan Ajip bukanlah linguis. Pembahasan nonfiksi yang mereka lakukan, secara garis besar, berkisar pada topik kebudayaan. Belum pernah saya membaca karya nonfiksi mereka yang berfokus pada analisis linguistik.
Pertanyaan Mas Harrits meluas, “Atau, ada nggak ya, linguis yang juga menulis karya sastra?” Saya lantas bertanya kepada senior saya semasa kuliah. Boi namanya. Dia menyebut nama C.S. Lewis, penulis asal Inggris. Karya terbesarnya adalah The Chronicles of Narnia. Di luar karya-karya fiksi, Lewis pun seorang sarjana dari Universitas Oxford dan pengajar di Fakultas Bahasa Inggris. Pada 1960, dia menerbitkan buku Studies in Words, yang isinya berdasar pada bahan pengajarannya di Universitas Cambridge.
Studies in Words membahas etimologi dan perubahan makna kata dalam bahasa Inggris. Meskipun pada bagian pengantar Lewis menerangkan bahwa Studies in Words bukanlah “an essay on the higher linguistics” (esai linguistik tinggi), buku ini jelas berisi analisis semantik. Namun, hasil analisisnya, seperti yang ditulis Lewis, memang bersifat pragmatis, yakni untuk memenuhi kebutuhan berbahasa dalam keseharian.
Selain Lewis, ada pula penulis asal Amerika Serikat yang menempuh pendidikan linguistik. Namanya Christina Dalcher. Novelnya yang berjudul VOX (2018) dinobatkan sebagai salah satu novel distopia terlaris. Dalcher adalah seorang doktor dari Universitas Georgetown dengan bidang linguistik teoretis. Dia menguasai cabang fonetik. Dalcher juga merupakan seorang pengajar.
Tentu saja, akan lebih mudah menemukan seseorang yang mengarang sastra yang juga meneliti bahasa (atau sebaliknya) dari luar negeri. Hingga saat ini, saya belum bisa mengingat nama-nama tokoh bahasa Indonesia yang turut menerbitkan karya sastra.
Ah! Saya ingat satu nama, yaitu Sutan Takdir Alisjahbana. Beliau menulis banyak karya sastra dan esai-esai kebudayaan. Terdapat satu buku yang dia tulis yang berfokus pada linguistik dan cukup sulit untuk ditemukan di internet, yakni The Failure of Modern Linguistics (1976). Selain itu, beliau juga menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, sebuah buku lama yang telah diterbitkan berkali-kali.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin