Perbedaan Penggunaan Titik Koma dan Titik Dua

oleh Ivan Lanin

Bersama dengan tanda koma, tanda titik koma (;) dan titik dua (:) termasuk dalam tanda baca penjeda. Kedua tanda baca itu diletakkan pada tengah kalimat dengan spasi setelahnya dan tanpa spasi sebelumnya. Fungsi kedua tanda baca ini berbeda dan tidak dapat saling menggantikan.

Tanda Titik Koma

Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan (1) bagian kalimat majemuk setara dan (2) bagian perincian kompleks. Untuk fungsi pertama tersebut, tanda titik koma menggantikan peran konjungsi, sedangkan untuk fungsi kedua, ia menggantikan peran tanda koma.

Konjungsi seperti dan atau tetapi pada kalimat majemuk setara dapat digantikan oleh tanda titik koma, alih-alih tanda titik, untuk menunjukkan hubungan yang lebih erat. Contohnya sebagai berikut.

  1. Saya mau. Dia tidak.
  2. Saya mau, tetapi dia tidak.
  3. Saya mau; dia tidak.

Ketiadaan hubungan eksplisit di antara kedua kalimat pada contoh 1 diubah dengan memasukkan konjungsi tetapi pada contoh 2. Tanda titik koma digunakan sebagai pengganti konjungsi pada contoh 3, tetapi hubungannya menjadi tidak terlalu jelas. Kita bisa saja menganggap konjungsi yang digunakan ialah dan, ‘kan? Meski begitu, konstruksi seperti contoh 3 diizinkan.

Tanda titik koma juga digunakan untuk memisahkan butir-butir perincian kompleks, yaitu butir yang sudah mengandung tanda koma dan butir yang berbentuk klausa. Contohnya sebagai berikut.

  1. Empat menteri koordinator (menko) yang ada di Indonesia ialah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
  2. Data yang diperoleh ialah 17,1; 24,3; dan 33,4.
  3. Dia mau membeli ubi; bermain kartu; dan tidur seharian.

Di dalam peraturan perundang-undangan, tanda titik koma selalu digunakan sebagai pemisah butir perincian yang ditulis ke bawah, bahkan ketika butir-butir itu tidak mengandung tanda koma atau tidak berupa klausa. Ini merupakan ketentuan khusus dalam laras bahasa itu. Contohnya sebagai berikut.

Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas:

      a. kesederhanaan;

      b. efisiensi;

      c. keadilan;

      d. kepastian hukum; dan

      e. kemanfaatan.

Pada contoh itu, tanda titik dua digunakan sebagai pemisah butir meski butir itu bukan klausa. Pencantuman tanda titik dua pada akhir bagian pembuka yang bukan berupa kalimat lengkap (… berdasarkan asas) juga hanya diterapkan pada peraturan perundang-undangan. Pada tulisan yang bukan peraturan perundang-undangan, bagian pembuka seperti pada contoh di atas tidak diakhiri tanda baca apa pun (kalimat dianggap masih berlanjut) dan tiap butir diakhiri oleh tanda koma, bukan tanda titik koma.

Tanda Titik Dua

Tanda titik dua digunakan untuk memulai bagian yang menjelaskan bagian sebelumnya. Untuk fungsi itu, tanda titik dua digunakan pada tiga kasus, yaitu di antara (1) kalimat lengkap dengan perinciannya, (2) kata atau gabungan kata dengan pemeriannya, dan (3) kata yang menunjukkan pelaku dalam naskah drama dengan dialognya. Contohnya sebagai berikut:

  1. Ia membawa tiga teman: Ani, Budi, dan Dodi.
  2. Ketua: Ruri Rahmani

           Sekretaris: Joni Situmorang

      3. Ibu: “Tolong ambilkan buku itu.”

          Amir: “Baik, Bu.”

Pada kasus pertama, bagian sebelum tanda titik dua harus berupa kalimat lengkap. Tanda titik dua tidak diberikan jika bagian sebelumnya bukan kalimat lengkap, misalnya ketika bagian itu diakhiri adalah atau yaitu. Contohnya sebagai berikut.

  1. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, menganalisis hasil, menarik simpulan, dan menulis laporan.
  2. Ia membawa tiga teman, yaitu Ani, Budi, dan Dodi.

Pada kasus kedua dan ketiga, tanda titik dua dapat ditulis sejajar secara vertikal untuk kerapian format.

Selain sebagai penjelas atau pemerinci bagian sebelumnya, tanda titik dua juga dipakai di antara (1) jilid atau nomor dan halaman; (2) surah dan ayat; (3) judul dan anak judul; serta (4) kota dan penerbit pada daftar pustaka. Contohnya sebagai berikut.

  1. Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
  2. Surah Al-Baqarah: 2—5
  3. Recehan Bahasa: Baku Tak Mesti Kaku
  4. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Bahasa.

Rujukan

  • Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  • Sriyanto. 2015. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Ejaan. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  • Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
  • The University of Chicago Press. 2017. The Chicago Manual of Style. 17th Ed. Chicago: The University of Chicago Press.

#ejaan #tandabaca #tandatitikkoma #tandatitikdua

Penulis: Ivan Lanin

Penyunting: Harrits Rizqi

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar