Samuel Sandweiss adalah seorang psikiater. Pada 2015, lewat video “A Case of Xenoglossy and the Nature of Consciousness”, beliau menyatakan sedang menangani pasien yang secara tiba-tiba dapat menggunakan Sanskerta. Pasien tersebut tidak mempunyai keturunan India dan tidak pernah mempelajari Sanskerta.

Fenomena ini bisa disebut xenoglosia. KBBI dan Merriam-Webster memaknainya sebagai ‘kemampuan memahami dan menggunakan bahasa yang tidak pernah dipelajari’ serta ‘purported use (as by a medium) while in a trance state of a language unknown to the individual under normal conditions’. Salah satu sumber yang saya baca menuliskan bahwa xenoglosia kerap dikaitkan dengan kehidupan lampau (past life). Misal, saya pernah terlahir sebagai orang Jerman. Saya meninggal lalu bereinkarnasi menjadi orang Indonesia. Pada waktu tertentu, saya bisa berbahasa Jerman secara tiba-tiba. Lebih dari itu, xenoglosia juga memiliki sejarah yang berkaitan dengan aktivitas paranormal dan mistik.

Namun, secara medis, xenoglosia juga dapat menjelaskan hubungan antara otak dan bahasa. Pada 2010, seorang remaja Kroasia melalui fase koma selama 24 jam. Setelah mendusin, dia tidak lagi bisa menggunakan bahasa pertamanya, yaitu bahasa Kroasia. Remaja itu justru lebih lancar memakai bahasa Jerman, bahasa yang baru saja dia pelajari. Ada pula kasus lainnya. Pada 2015, seorang perempuan yang berusia 94 tahun dan berasal dari Cina terserang strok. Beliau lalu mengalami koma sepanjang dua minggu. Begitu tersadar, dia fasih berbahasa Inggris. Beliau memang pernah mengajar bahasa Inggris, tetapi tidak pernah memakai bahasa kedua itu pada tiga puluh tahun terakhir.

Perlu kita ketahui bahwa otak bagian kiri memiliki peran yang besar dalam menyimpan pengetahuan mengenai bahasa pertama. Sementara itu, pengetahuan tentang bahasa kedua cenderung disimpan pada otak bagian kanan. Dua pasien di atas, kemungkinan besar mengalami cedera otak pada bagian kiri sehingga kemampuan berbahasa kedua yang pernah atau sedang mereka pelajari meningkat secara tiba-tiba.

Sungguh tidak mudah untuk menemukan penelitian mengenai xenoglosia di internet. Segelintir artikel ilmiah yang saya temukan sudah ditulis sejak 1980-an. Apakah xenoglosia sudah tidak begitu menarik untuk dikaji lebih jauh? Entah. Yang jelas, kita perlu membedakan xenoglosia dengan xenoglosofilia. Xenoglosofilia terbentuk atas tiga kata, xeno yang berarti ‘asing’, gloso yang memaknai ‘bahasa’, dan filia yang mewakili ‘suka’. Dengan demikian, xenoglosofilia mencerminkan makna kesukaan terhadap bahasa asing. Ada juga pembahasan bahwa xenoglosofilia adalah kegemaran seseorang dalam menggunakan bahasa asing melalui cara yang tidak wajar. Pada lain sisi, xenoglosia merupakan kemampuan menggunakan bahasa keduabaik daerah maupun asingsecara fasih dalam waktu yang sesaat.

#xenoglosia

 

Rujukan:

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin