Memengaruhi Pendengar dengan Daya Bahasa Perlokusi

oleh Ismail Hidayat
Ilustrasi Memengaruhi Pendengar dengan Daya Bahasa Perlokusi

Studi linguistik tidak hanya mengkaji bahasa secara internal, tetapi juga melibatkan pengaruh yang ditimbulkan dari suatu ujaran (Yule, 2006). Dengan kata lain, bahasa dipandang tidak hanya dari informasi yang disampaikan, tetapi juga dari daya yang dapat memengaruhi pendengar. Diskursus tersebut dalam disiplin linguistik dibahas pada tataran pragmatik, khususnya pembahasan mengenai perlokusi.

Istilah perlokusi berasal dari teori tindak tutur yang dikemukakan oleh filsuf J.L. Austin dan kemudian dikembangkan oleh John Searle (Leech, 1993). Dalam teori ini, tindak tutur dibagi menjadi tiga kategori utama: lokusi (tindakan menyatakan sesuatu), ilokusi (tindakan melakukan sesuatu dengan menyatakan sesuatu), dan perlokusi (tindakan menghasilkan efek pada pendengar melalui pernyataan). Daya bahasa perlokusi berkaitan dengan bagaimana sebuah pernyataan atau ucapan dapat memengaruhi perasaan, sikap, atau tindakan seseorang.

Daya bahasa perlokusi melibatkan efek yang timbul dari interaksi antara pembicara dan pendengar atau penutur dan mitra tutur. Ketika seseorang berbicara, mereka tidak hanya mengirimkan informasi, tetapi juga mencoba untuk memengaruhi pendengar dengan cara tertentu. Contohnya, dalam pidato persuasif, seorang orator mungkin menggunakan daya bahasa perlokusi untuk membangkitkan emosi, memicu tindakan, atau mengubah pandangan audiens.

Misalnya, saat seorang pemimpin politik mengeluarkan pernyataan yang penuh semangat tentang pentingnya suatu kebijakan, dia berusaha tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga memengaruhi audiens agar mendukung kebijakan tersebut. Efek ini bisa berupa perubahan sikap, tindakan seperti memberikan dukungan, atau bahkan tindakan berdasarkan seruan yang dibuat.

Dalam komunikasi politik, daya bahasa perlokusi sering digunakan untuk memotivasi pemilih dan membangun dukungan (Ziraluo, 2019). Pidato politik, kampanye, dan debat politik sering kali dirancang untuk menggerakkan emosi audiens dan memengaruhi opini publik. Misalnya, seorang kandidat mungkin menggunakan retorika emosional untuk membuat audiens merasa terhubung secara personal dengan isu-isu tertentu atau untuk menimbulkan rasa urgensi.

Di dunia pemasaran, daya bahasa perlokusi diterapkan untuk memengaruhi keputusan konsumen (Romadhani dan Eles, 2020). Iklan yang efektif tidak hanya menjelaskan manfaat produk, tetapi juga berusaha menciptakan dorongan emosional atau keinginan dalam diri konsumen. Pesan iklan sering menggunakan bahasa yang dirancang untuk membangkitkan perasaan positif atau kecemasan agar konsumen merasa perlu untuk membeli produk atau layanan tersebut.

Dalam hubungan interpersonal, daya bahasa perlokusi dapat digunakan untuk membangun hubungan, menyelesaikan konflik, atau memotivasi seseorang (Nikmah dan Dewi, 2023). Misalnya, dalam konteks pribadi atau profesional, seseorang mungkin menggunakan bahasa yang berempati dan mendukung untuk membantu orang lain merasa dihargai atau didorong. Pernyataan seperti “Saya percaya kamu bisa melakukannya” dapat memengaruhi kepercayaan diri seseorang dan memotivasi mereka.

Di bidang pendidikan, daya bahasa perlokusi digunakan untuk memotivasi dan menginspirasi siswa. Guru atau dosen sering kali menggunakan bahasa yang membangkitkan minat dan semangat belajar di kalangan siswa. Ucapan yang memotivasi atau dorongan untuk berprestasi dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dan keinginan mereka untuk mencapai tujuan akademik.

Sementara daya bahasa perlokusi memiliki potensi besar untuk memengaruhi orang lain, ada juga tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa pengaruh tersebut digunakan secara etis dan tidak manipulatif. Misalnya, dalam iklan atau politik, ada risiko bahwa bahasa perlokusi dapat digunakan untuk menipu atau mengeksploitasi audiens.

Selain itu, efektivitas daya bahasa perlokusi dapat bervariasi tergantung pada konteks, audiens, dan cara komunikasi. Apa yang mungkin berhasil dalam satu situasi mungkin tidak efektif dalam situasi lain. Oleh karena itu, penting bagi pembicara untuk memahami audiens dan konteks komunikasi mereka untuk menggunakan daya bahasa perlokusi dengan cara yang paling efektif dan etis.

Daya bahasa perlokusi merupakan konsep yang penting dalam memahami bagaimana bahasa dapat memengaruhi pendengar secara langsung. Dari politik dan pemasaran sampai hubungan interpersonal dan pendidikan, kemampuan untuk memengaruhi orang lain melalui bahasa adalah keterampilan yang penting. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip daya bahasa perlokusi, individu dapat lebih efektif dalam berkomunikasi dan mencapai tujuan mereka, baik dalam konteks profesional maupun personal.

 

Rujukan:

  • Leech, G. (1993). Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Nikmah, W., & Dewi, D. W. C. (2023). “Analisis Tindak Tutur dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye”. Argopuro: Jurnal Multidisiplin Ilmu Bahasa, 1(4), 31–40.
  • Romadhani, N. M., & Eles, R. J. (2020). “Analisis Tindak Tutur Bahasa Iklan pada Produk Mi Instan Indomie di Televisi”. Jurnal Konfiks, 7(1), 38–46.
  • Yule, G. (2006). Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Ziraluo, M. (2020). “Analisis Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi pada Debat Capres-Cawapres Republik Indonesia Tahun 2019.” Jurnal Education and Development, 8(2), 249–249.

Penyunting: Rifka Az-zahra

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar