Sebelumnya, kita sudah membedah kohesi sebagai alat pemadu wacana. Kohesi terbagi menjadi dua kategori, yaitu kohesi leksikal (reiterasi dan kolokasi) serta kohesi gramatikal (referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi). Pertanyaan selanjutnya, dapatkah sebuah wacana menjadi utuh dan mudah dipahami tanpa kohesi?

Sebuah wacana, nyatanya, tidak sepenuhnya bergantung pada kohesi. Salah satu faktor lain yang dapat mendukung pemahaman kita terhadap suatu wacana adalah keberadaan koherensi, yaitu hubungan antara teks dan faktor di luar teks berdasarkan pengetahuan seseorang. Pengetahuan ini sering juga disebut sebagai konteks bersama (shared-context) atau pengetahuan bersama (shared knowledge). Contoh, ketika kita membaca sebuah papan bertuliskan “Garage Sale!”, kita tahu bahwa seseorang atau sekelompok orang sedang tidak menggadaikan garasinya.

Yuwono (2005) memberikan contoh yang menarik, yang sering kita terapkan sehari-hari, dan ternyata merupakan perwujudan koherensi. 

Ayah: Bagas sudah berangkat?

Ibu: Kopinya saja belum diminum, Pak.

Ayah: Oh.

Dari percakapan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Bagas belum berangkat. Ini adalah implikatur yang tersirat dari ujaran sang ibu. Interpretasi lain pun bermunculan: Bagas hendak berangkat ke sekolah atau kantor, Bagas terbiasa meminum kopi sebelum pergi, dan percakapan tersebut mungkin terjadi pada pagi hari.

Dengan mengingat bahwa koherensi berkaitan dengan pengetahuan bersama, berarti koherensi memiliki keterikatan dengan kebiasaan atau budaya masyarakat. Perhatikan contoh berikut.

Ada kost-an, bisa berdua, kamar mandi dalam, ac, lokasi strategis dekat supermarket, 15 menit dari Soekarno-Hatta, 5 menit dari gerbang tol.

Wacana di atas barangkali akan sukar dipahami oleh orang dari luar Indonesia atau mereka yang tidak dekat dengan kehidupan urban. Di kota yang sibuk dan macet, tol adalah jalan yang dapat ditempuh untuk menghindari keterlambatan. Berarti, menetap di tempat yang dekat dengan gerbang tol adalah sebuah keuntungan. Lebih dari itu, indekos di dekat bandara Soekarno-Hatta umumnya dinaungi oleh karyawan bandara atau orang-orang yang bekerja di wilayah bandara. Meskipun tidak dicantumkan, kita bisa lantas mengetahui bahwa harga sewa indekos di sekitar bandara relatif mahal.

Lagi-lagi, semua bergantung pada konteks. Dengannya, kita bisa memahami suatu wacana secara utuh.

 

Rujukan:

  • Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin