Interpretasi
Konteks adalah salah satu topik yang sudah sering diperbincangkan oleh para pengkaji pragmatika. Bagaimanapun, sebuah ujaran atau kalimat bertalian erat dengan konteks. Dengan mengenal konteks, suatu makna dari wacana dapat dicerna secara lebih jelas.
Apabila diselisik lebih jauh, konteks sedikit banyak terpengaruh oleh pengetahuan kita sebagai pelaku tutur. Lebih lanjut, pengetahuan juga turut terbentuk dari pengalaman seseorang. Interpretasi terhadap sesuatu yang tidak tertulis dan terujarkan, menurut Yule (1996: 85), merupakan kemampuan yang terbentuk secara akumulatif berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan kebiasaan yang terstruktur. Inilah yang kemudian diartikan sebagai scheme (bentuk tunggal) atau schemata (bentuk jamak) dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, kedua istilah itu dapat diserap masing-masing menjadi skema dan skemata. Perhatikan contoh di bawah ini.
Rumah dikontrakkan! Tanpa perantara.
Di jalan, kita sering bertemu dengan papan iklan seperti itu. Tanpa perantara menunjukkan bahwa rumah tersebut langsung dikontrakkan oleh sang pemilik rumah. Kontrakan tersebut tidak diiklankan melalui agen properti sebagai perantara. Tanpa penjelasan secara tertulis, sebagian besar dari kita dapat memahami frasa tanpa perantara.
Frasa tanpa perantara di dalam sebuah reklame tampaknya sudah umum digunakan, apalagi pada ranah properti. Skemata yang sudah sering digunakan atau memiliki pola yang statis disebut juga sebagai kerangka (frame).
Sebaliknya, skemata yang bertumpu pada pola yang dinamis adalah skrip (script), yakni struktur pengetahuan yang melibatkan rangkaian kejadian. Perhatikan contoh di bawah ini.
Aku menerobos pertahanan mereka, melewati beberapa lawan di lini belakang. Regu satu tim dan suara pendukung pun bersorak-sorai ketika aku berhasil mencari ruang dan mencetak angka. Pada menit-menit akhir, kami berhasil membalikkan keadaan dan merebut puncak klasemen.
Setiap kalimat di atas saling berkaitan dan merangkai satu peristiwa. Apakah wacana tersebut menceritakan seseorang yang sedang bermain sepak bola, hoki, atau basket? Yang jelas, tanpa dijelaskan secara gamblang, kita tahu bahwa si aku sedang tidak bertanding catur, bulu tangkis, atau renang.
Ingat, pengetahuan, pengalaman, dan kebiasaan lama-kelamaan akan menjadi budaya. Setiap penutur dan petutur, baik dari desa, kota, maupun negara yang berbeda, memiliki skemata dan budaya yang berbeda-beda pula.
Saya jadi teringat salah satu adegan di film Avengers: Infinity War (2018). Bruce Banner atau Hulk datang ke Wakanda–sebuah negara di benua Afrika sub-Sahara–dan menunduk hormat kepada Raja T’Challa. Lalu, sang raja berkata, “We don’t do that here.” Hal itu membuktikan bahwa Bruce Banner dan Raja T’Challa memiliki pengetahuan, pengalaman, serta kebiasaan masing-masing (skemata budaya atau cultural schemata) karena hidup pada konteks yang berbeda; bahwa Bruce Banner memiliki interpretasi sendiri mengenai kebiasaan di Wakanda.
Rujukan: Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Tertawa Menjelajah Semesta Bacaan
- Waktunya Anak Membaca dengan Gaya Pascadigital
- Pentingnya Perpustakaan Rumah bagi Anak-Anak
- Hadapi Keresahan Percampuran Bahasa di Bulan Bahasa dan Sastra
- Gelombang II Pelatihan Keterampilan Menulis Naskah Dinas untuk IFG
- Warganet Bisa Apa untuk Mencari Jawaban Pertanyaan Kebahasaan?
- Siniar Malaka Project bersama Ivan Lanin
- Bahasa sebagai Bahan Baku Berhumor
- Perbedaan Pantomim dan Mime
- Pelatihan Keterampilan Menulis Naskah Dinas untuk Pegawai IFG
- Kuliah Tamu DSI ITS: Kiat-Kiat Penyusunan Proposal Karya Ilmiah
- Lokakarya KESDM: Penyusunan Naskah Dinas