Menurut Kridalaksana (Tata Bahasa Deskriptif Indonesia: Sintaksis, 1985: 165), kalimat minor (kalimat tidak lengkap) adalah salah satu dari dua jenis kalimat berdasarkan pengelompokan menurut struktur klausanya. Apabila sebuah kalimat memiliki pola yang tidak lengkap, tetapi memiliki intonasi final, kalimat tersebut tergolong ke dalam kalimat minor. Beliau juga menegaskan bahwa kalimat minor dapat berwujud kalimat yang memiliki struktur klausa dan tidak. Berikut adalah contoh kalimat minor yang tidak memiliki struktur klausa.
- Panggilan
- Contoh: Prof, Sus, Pak, dst.
- Salam
- Contoh: halo, asalamualaikum, selamat siang, dst.
- Seruan
- Contoh: amboi!, sialan!, sana!, dst.
- Judul
- Contoh: Jakarta, Kota dengan Seribu Akal.
- Inskripsi
- Contoh: di sini beristirahat dengan damai dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada 10 Juni 1998.
- Ungkapan khusus
- Larangan, misalnya dilarang merokok.
- Peringatan, misalnya awas anjing.
- Permintaan, misalnya silakan antre.
- Anjuran, misalnya gunakanlah air secukupnya.
- Harapan, misalnya semoga selamat sampai tujuan.
- Perintah, misalnya kurangi kecepatan Anda.
- Pernyataan, misalnya terima delivery!
Lain dari Kridalaksana, Chaer (Linguistik Umum, 2007: 247) mengungkapkan bahwa kalimat minor adalah kalimat yang klausanya tidak lengkap. Meskipun demikian, kalimat ini tetap dapat dipahami karena pendengar dan pembaca telah mengenali konteks tulisan atau pembicaraan. Chaer mengangkat percakapan sehari-hari atau dialog dalam drama sebagai bagian dari kalimat minor. Lebih lanjut lagi, Chaer tidak mengatakan bahwa kalimat minor terbagi ke dalam kalimat klausa dan tak berklausa. Menurutnya, kalimat minor hanyalah kalimat yang klausanya tidak lengkap.
Di luar itu, Moeliono dkk., dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2017: 494) menjelaskan kalimat minor sebagai kalimat yang tak lengkap, yakni kalimat dengan unsur-unsur yang tidak lengkap. Moeliono dkk., memberikan contoh kalimat minor yang sering digunakan untuk slogan, seperti merdeka atau mati!
Berdasarkan penjelasan tiga ahli bahasa di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa kalimat minor sangat dekat dengan keseharian kita. Baik dalam percakapan maupun papan iklan, manusia menggunakan kalimat minor dalam berkomunikasi.
Rujukan:
- Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
- Kridalaksana, Harimurti, dkk. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Moeliono, Anton. M dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
- Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. “Karyono”.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin dan Harrits Rizqi
1 komentar
Izin bertanya, di atas disebutkan, “… bahwa kalimat minor dapat berwujud kalimat yang memiliki struktur klausa dan tidak.” kemudian diberikan juga contoh kalimat minor yang tidak memiliki struktur klausa. Sampai sini cukup jelas, yang membingungkan bagi saya adalah, bagaimana bisa kalimat minor memiliki struktur klausa? Bukankah ketika kalimat minor memiliki struktur klausa maka dia memiliki unsur yang lekap sehingga tidak lagi menjadi kalimat minor? Bisakah diberi contoh kalimat minor yang memiliki struktur klausa?