Saya kira, saya sudah selesai menyelami adverbia. Sebelumnya saya sudah membahas kelas kata ini dengan cukup terperinci. Secara umum, adverbia adalah kata keterangan yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Terlebih, adverbia sering digunakan sebagai pewatas. Kerabat Nara dapat membaca selengkapnya melalui artikel “Macam-Macam Adverbia” serta “Adverbia Tunggal dan Gabungan”. Dalam dua tulisan itu, saya masih berpandangan bahwa adverbia hanyalah satuan linguistik biasa, sama seperti kelas kata lainnya. 

Namun, tulisan Kenneth Beare (2019) lumayan menyadarkan saya. Adverbia bukanlah sekadar pewatas. Dalam tulisannya, dia menyatakan, adverbia merupakan salah satu alat bahasa yang dapat dimanfaatkan untuk mencerminkan empati. Emphatic expression atau ekspresi empati dapat diwakili adverbs intensifier. Contohnya adalah deeply yang mencerminkan makna ‘dengan sungguh-sungguh’ dan honestly yang menunjukkan arti ‘sejujur-jujurnya’. Sebetulnya, apa itu intensifier?

Cambridge Dictionary mendefinisikan intensifier sebagai ‘adverbs or adverbial phrases that strengthen the meaning of other expressions and show emphasis’. Effendi (2004) dalam bukunya, Adverbial Cara dan Adverbial Sarana dalam Bahasa Indonesia, mengutip pendapat Quirk dkk. (1979) untuk memahami intensifier. Intensifier adalah penguat atau dalam bahasa Effendi disebut sebagai adverbia pengintensif. Adverbia penguat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) penegas (emphasizer), seperti definetely; (2) penguat (amplifier), seperti completely, dan (3) pelemah (downtoner), seperti hardly dan almost. Dalam bahasa Indonesia, benar-benar dan sama sekali tergolong sebagai adverbia penguat. Coba perhatikan kalimat berikut.

  1. Saya benar-benar meminta maaf atas apa yang terjadi.
  2. Adi sama sekali tidak bermaksud untuk berbuat demikian kepadamu.

Dua kalimat tersebut mungkin bisa mewakili empati saya dan Adi. Setidaknya, ada upaya untuk menekankan sebuah makna. Namun, menurut saya, adverbia juga bisa mencerminkan ketiadaan empati. Kita tentu sering mendengar ujaran, “Kamu selalu tidak punya waktu untukku!” Dalam kalimat itu, selalu adalah adverbia frekuentatif yang mencerminkan kekerapan. Adverbia tersebut tidaklah tepat atau tidak mencerminkan empati ketika yang kita maksudkan adalah sering, bukan selalu.

Mengenai hal tersebut, Beare sudah mewanti-wanti kita. “However, if used too often, the intensifiers can begin to sound rather aggressive. It’s best to use these words with great care, and only when you really want to make a point,” tulisnya. Lewat adverbia, kita bisa mencerminkan empati atau malah menyakiti orang lain.

 

Rujukan:

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin