
Empat Fungsi Tanda Hubung dalam Bahasa Indonesia
Seluruh tanda baca dalam bahasa Indonesia memiliki tugasnya masing-masing. Dalam sebuah tulisan, tanda baca yang sering kita temukan adalah titik, koma, titik dua, tanda seru, dan tanda tanya. Selain itu, ada pula tanda hubung (-). Meskipun frekuensi kemunculannya tidak begitu tinggi, tanda hubung memiliki peran yang cukup signifikan.
Pemenggal
Semasa sekolah dulu, kita sering kali terpaksa untuk memenggal kata. Di sinilah kata hubung menjalankan tugasnya, yakni memisahkan bagian kata yang harus disambung pada baris selanjutnya. Namun, perlu diingat bahwa bahasa Indonesia juga memiliki aturan dalam pemenggalan kata. Contoh pemenggalan dan penggunaan kata hubung yang tepat dapat disimak pada contoh kalimat di bawah ini.
Dari sore tadi saya ingin sekali ma
-kan bakso.
Pengulang
Selain pada pergantian baris, tanda hubung juga sering ditemukan pada penggunaan kata ulang seperti anak-anak, laba-laba, dan sebagainya. Tidak hanya pada kata yang menunjukkan makna tunggal seperti laba-laba, tanda hubung juga digunakan untuk menandakan kata bermakna majemuk seperti ibu-ibu.
Di luar itu, tanda hubung berfungsi untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun seperti pada 22-10-1993. Kemudian, tanda hubung juga digunakan untuk menyambung huruf dalam kata yang dieja satu per satu, seperti l-a-p-a-r.
Perangkai
Tanda hubung digunakan untuk merangkai sebuah kata dengan awalan atau akhiran, misalnya se-, ke-, -an, -ku, -mu, -nya, dan lain sebagainya.
se-Jawa Barat
ke-3
1990-an
ber-KTP
SIM-ku
rahmat-Mu
Tanda hubung juga dapat digunakan untuk merangkai suatu kata yang memuat unsur bahasa daerah dan asing. Misalnya, di-sowan-i dan di-upload. Sementara, dalam penulisan jenjang pendidikan, penggunaan tanda hubung sering kali ditemukan untuk merangkai huruf dan angka, seperti D-3 dan S-1.
Perlu diingat bahwa tanda hubung tidak digunakan apabila angka menandakan singkatan seperti P3K dan K3.
Penanda Bentuk Terikat
Terakhir, tanda hubung juga dapat digunakan untuk menandakan bentuk terikat yang menjadi objek bahasan, seperti pada kalimat “Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.” atau “Kata tersebut mengalami sufiksasi -kah.”
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Harrits Rizqi
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam