Sebelum Modern: Bahasa Melayu Klasik
Sebagaimana telah saya tuliskan sebelumnya, bahasa Melayu memiliki periodisasi. Bahasa Melayu Kuno dianggap berkembang dan digunakan pada abad tujuh dan empat belas. Setelah itu, hingga abad ke-18, meningkatnya serapan kosakata asing, terutama Arab-Parsi, menandai perjalanan bahasa Melayu Klasik.
Perbedaan antara bahasa Melayu Kuno dan Melayu Klasik, berdasarkan pengamatan Teeuw, dapat dilihat melalui penyerapan kosakata asing. Beliau menilai bahwa frekuensi penggunaan kata-kata Sanskerta dan Arab dalam naskah berbahasa Melayu Klasik cukup tinggi. Beberapa kata Arab yang didaftarkan oleh K. Alexander Adelaar (2000) adalah sebab, hakim, dunia, ilmu, badan, waktu, dan kabar. Bahkan, Henri Chambert-Loir (2018) dalam penelitiannya menegaskan bahwa naskah Melayu Klasik ditulis dengan huruf Arab atau huruf Jawi.
Ciri lain mengenai bahasa Melayu Klasik ditemukan oleh Chambert-Loir, yaitu menyangkut dominannya penggunaan pun. Dalam Hikayat Raja Pasai, terdapat lima ratus pun. Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat Hang Tuah memuat sebanyak 3.100 dan 6.300 butir pun. Menariknya lagi, ditemukan konjungsi hendakpun yang punya fungsi serupa dengan sungguhpun, sekalipun, dan walaupun. Umumnya, konjungsi tersebut digunakan dalam sebuah kalimat yang memiliki dua klausa.
Menurut Chambert-Loir, penggunaan bahasa Melayu Klasik tidak hanya ditemukan pada catatan kronik, silsilah, kitab hukum, dan dongeng. Di luar itu, para bangsawan juga menggunakan bahasa Melayu Klasik dalam karya sastra yang mereka ciptakan, bahkan turut mendukung penyebarannya. Contohnya adalah “Syair Ken Tambuhan”, Sejarah Melayu, dan Hikayat Hang Tuah. Mengenai karya sastra berbahasa Melayu Klasik, Liaw Yock Fang telah menuliskannya dengan komprehensif dalam A History of Classical Malay Literature. Di situ, Fang mengulas pengaruh epos India, cerita panji Jawa, hikayat yang kental dengan ajaran Hindu-Buddha, dan ajaran Islam terhadap sastra Melayu Klasik.
Perlu diketahui juga, bahasa Melayu Klasik memiliki konvensi yang eksklusif. Penggunaannya dinilai begitu berbeda dengan bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, Melayu Klasik dilihat sebagai tonggak standardisasi bahasa Melayu pada era kolonialisme.
Rujukan:
- Adelaar, K. A. 2000. “ Malay: A Short History”. Dalam Oriente Moderno, 19 (80) (2), hlm. 225–242.
- Chambert-Loir, Henri. 2018. “On two uses of the particle pun in classical Malay”. Dalam Indonesian and the Malay World, Volume 46, Issue 135, hlm. 154–167.
- Fang, Liaw Yock. 2013. A History of Classical Malay Literature. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Kridalaksana, Harimurti. (Ed). 1991. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI
- Bimbingan Teknis Polda Metro Jaya bersama Narabahasa