Apalah arti sebuah nama? Faktanya, nama berperan penting dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali nama-nama tempat tinggal kehidupan manusia. Nama tempat sendiri memberi kontribusi besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bisa kita bayangkan bagaimana pentingnya nama kota di alamat paket atau jalan restoran yang biasa kita bagikan ke teman.

Dalam linguistik, terdapat kajian nama yang disebut dengan onomastika. Kridalaksana (2011) menyatakan bahwa onomastika merupakan penyelidikan tentang asal-usul bentuk dan makna nama diri, terutama nama orang dan tempat. Pengkajian nama diri disebut antroponimi, sedangkan pengkajian nama tempat disebut toponimi. Onomastika berada di bawah payung linguistik historis. 

Secara komprehensif, ruang lingkup kajian toponimi tidak hanya terbatas pada tempat yang berada di permukaan tanah dan laut. Kajian ini juga mencakup unsur luar angkasa, seperti nama planet atau gugusan bintang. Toponimi di Indonesia disebut juga sebagai nama rupabumi karena fokus riset masih cenderung pada nama-nama yang terdapat di atas darat dan laut. Hal ini bisa kita temukan pada nama-nama yang mencakup unsur administratif, alami, dan buatan. Dengan menelusuri toponimi, kita dapat melihat kaitan nama tempat dengan warisan budaya. 

Analisis toponimi dapat dilakukan dalam kajian linguistik murni (fonologi, morfologi, semantik, dan pragmatika) dan linguistik interdisipliner (semiotik, leksikografi, linguistik historis, antropologi linguistik, psikologi, geografi, dan lanskap linguistik). Luasnya kajian mengenai toponimi ini menunjukkan bagaimana penelitian toponimi penting untuk dilakukan. Amalia dkk. (2021) menyebutkan tiga manfaat besar dalam penelitian toponimi, yakni pendokumentasian nama tempat dalam melindungi bahasa-bahasa di Indonesia, pemerkayaan penelitian toponimi dalam konteks keindonesiaan, dan pemecahan permasalahan sosial kemasyarakatan. 

Contoh peran toponimi bisa kita lihat dalam konflik teritorial Indonesia dan Malaysia pada 2002. Kekalahan Indonesia dalam mempertahankan Pulau Sipadan dan Ligitan menunjukkan bagaimana penamaan pulau penting dilakukan dalam mencegah pencaplokan oleh negara tetangga. Konflik ini yang kemudian memberikan kesadaran bagi Indonesia mengenai pentingnya toponimi.

Contoh lainnya dapat kita lihat dalam dinamika pergantian nama jalan (odonim) di Bandung. Perubahan nama pada periode sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan menunjukkan bagaimana latar sejarah berkaitan dengan pergantian nama jalan, seperti pergantian nama Jalan Cimandiri menjadi Jalan Hayam Wuruk. Hal ini menunjukkan bagaimana kajian toponimi dapat berguna sebagai alat diplomasi dua kelompok etnik, yakni dalam perselisihan etnik Sunda dan Jawa.

Kajian toponimi di Indonesia telah berkembang lama dengan kajian di kawasan Muarajambi yang dilakukan oleh Schnitger pada 1936. Perkembangan kajian toponimi ini makin terlihat sejak berdirinya Komunitas Toponimi Indonesia (KOTISIA) pada 2015. Selain itu, Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga cukup aktif dalam mendukung kegiatan riset toponimi di berbagai provinsi. Perlu kita ketahui juga bahwa terdapat undang-undang yang mengatur nama-nama geografi di Indonesia, yakni Undang-Undang No. 24/2009, Bab III, Pasal 36, yang menunjukkan adanya kaitan antara toponimi dan pelestarian bahasa di Indonesia. 

Peran pemberian nama pada tempat di Indonesia melalui kajian toponimi ini menggambarkan bagaimana kontribusi nama tempat sebagai bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Berkat pemberian nama yang terdapat pada tempat kita hidup, kenyamanan dan ketertiban sosial dapat tercapai. Maka dari itu, perlu kita sadari pentingnya kajian toponimi untuk dilakukan pada masa mendatang. Lebih dari itu, kajian toponimi sangat perlu digiatkan di Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, dalam menjaga kelestarian warisan budaya yang ada di dalamnya.

 

Rujukan:

  • Amalia, D. dkk., 2021. Petunjuk Teknis Penelitian Toponimi. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 
  • Kridalaksana, H. 2011. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Lauder, M.R., & Lauder, A.F. 2016. “Maritime Indonesia and The Archipelagic Outlook: Some Reflections from A Multidisciplinary Perspective on Old Port Cities in Java”. Wacana, 17(1), 97–120.
  • Helleland, B. 2006. “The Social and Cultural Values of Geographical Names”. Manual for The National Standardization of Geographical Names. United Nations Group of Experts on Geographical Names. (Department of Economic and Social Affairs, Statistics Division), 121–128.

 

Penulis: Nesti Magdalena
Penyunting: Dita Sabariah