Setiap penulis pasti pernah menulis kalimat dengan kata-kata yang mubazir. Bisa jadi, hal itu disebabkan oleh kebiasaan kita dalam bertutur. Saya sudah pernah menjelaskan dalam “Lewah” bahwa penggunaan jika-maka, sangat-sekali, dan hanya … saja merupakan contoh kemubaziran. Di luar itu, sepertinya ada pula bentuk-bentuk kelewahan yang terjadi sebab kita luput mengecek kamus.

Kerabat Nara pasti pernah mendengar seseorang berujar jatuh ke bawah. Pada mulanya, saya berpikir bahwa frasa tersebut wajar-wajar saja. Namun, setelah dipikir-pikir, bukankah kata jatuh selalu bermakna ‘ke bawah’? Apakah ada frasa jatuh ke atas

Jatuh ke bawah adalah frasa yang lewah. Dalam KBBI, jatuh sudah memiliki makna ‘(terlepas dan) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi’. Kelewahan serupa juga bisa kita lihat pada frasa naik ke atas. Dalam lema naik, sudah ada makna ‘bergerak ke atas atau ke tempat yang lebih tinggi’.

Terlebih, kata jatuh dan naik sering kali diasosiasikan dengan kegagalan serta kesuksesan. ‘Bangkrut’, misalnya, merupakan salah satu makna kata jatuh. Sementara itu, dalam lema naik, ada pula arti ‘meningkatkan’. Hal tersebut, bagi saya, makin menekankan bahwa frasa ke bawah dan ke atas tidak perlu disematkan lagi pada kata jatuh serta naik.

Dua frasa itu hanyalah contoh kecil, Kerabat Nara. Masih banyak ketidakefektifan kata yang tanpa sadar kita gunakan. Proses pengajuan pun lewah. Jika kita cek pada kamus, pengajuan sudah mengartikan ‘proses’, lo.

#lewahkata #diksi

 

Rujukan:

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin