Jurnalisme Positif, Jurnalisme yang Konstruktif
Pada 2023, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) meluncurkan sebuah buku bertajuk Jurnalisme Positif: Bukan Sekadar Berita Positif. Saya baru pertama kali mendengar istilah jurnalisme positif. Apakah jurnalisme positif berarti hanya memberitakan hal-hal positif dan mengabaikan peristiwa-peristiwa nyata yang menakutkan, seperti bencana alam, peperangan, dan korupsi?
Herik Kurniawan, Ketua Umum IJTI, menyatakan bahwa jurnalisme positif bukan menyampaikan informasi yang diinginkan, melainkan yang dibutuhkan oleh publik. Tatang Mulyana Sinaga (2023) menulis, “Jurnalisme positif memberikan gambaran dan panduan bagaimana mengungkap suatu persoalan secara utuh dan menyeluruh, termasuk memberikan solusi yang tepat.” Jurnalisme positif berfokus pada solusi dan solusi inilah yang menggambarkan harapan sehingga dinilai sebagai sesuatu yang positif.
Di luar negeri, barangkali istilah yang lebih populer digunakan adalah jurnalisme konstruktif, sebuah pendekatan yang dipelopori oleh Constructive Institute dari Denmark. International Media Support dan Constructive Institute telah membuat modul mengenai jurnalisme ini dengan judul Handbook for Constructive Journalism (2022) yang ditulis oleh Kristina Lund Jørgensen & Jakob Risbro. Dalam pengantarnya, buku ini mengemukakan, “The unique strength of constructive journalism is that it complements the reporter’s vital role of ‘watchdog’ by promoting democratic conversation and suggesting solutions to problems; this helps society to develop in a positive way.”
Secara general, jurnalisme konstruktif berdiri sebagai pembeda antara jurnalisme investigasi (jurnalisme kemarin) dan jurnalisme kilat atau breaking news (jurnalisme hari ini). Perhatikan perbedaan berikut.
Diambil dari modul Handbook for Constructive Journalism (2022)
Tentu ini dapat menjadi pembahasan yang menarik. Jurnalisme konstruktif secara terang-terangan membedakan posisinya dengan berita kilat dan berita investigasi. Tiga pilar utama dalam jurnalisme konstruktif adalah berfokus pada solusi, mencakup multiperspektif, dan mencerminkan dialog yang demokratis.
Perlu diingat, berfokus pada solusi bukan berarti berhenti memberitakan peristiwa-peristiwa yang mencekam atau memprihatinkan. Di sini, jurnalis memiliki peran untuk memberi tahu publik tentang solusi yang dapat diambil dalam menghadapi suatu masalah. Pendekatan tersebut sebaiknya dilengkapi dengan investigasi dan riset yang komprehensif dan multiperspektif. Dengan begitu, dialog yang demokratis untuk mencapai solusi terbaik antara publik dan pemangku kebijakan terkait bisa tercipta.
Salah satu faktor penting dalam jurnalisme positif atau konstruktif, bagi saya, adalah pelibatan masyarakat. Modul Handbook for Constructive Journalism menegaskan bahwa kita perlu memperbarui peran jurnalis dari pengamat yang pasif menjadi penulis yang aktif mengajak seluruh pihak terkait dalam sebuah masalah untuk menggali solusi.
Rujukan:
- Jørgensen, Kristina Lund & Risbro, Jakob. 2022. Handbook for Constructive Journalism. Copenhagen: International Media Support dan Constructive Institute.
- Sinaga, Tatang Mulyana. 2023. “Jurnalisme Positif Meningkatkan Intelektual Publik”. Kompas.id. Diakses pada 4 Mei 2023.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI
- Bimbingan Teknis Polda Metro Jaya bersama Narabahasa