Saya tidak terlalu suka berbicara di depan umum. Penyusunan kalimat saya sering kali berantakan. Saya pun kerap terbata-bata karena terlalu lama mencari kata-kata yang pas. Maka dari itu, saya cenderung akan menghindar dan menolak apabila ditawari untuk berbicara di depan publik. Mungkin, Kerabat Nara juga demikian.

Akan tetapi, tentu saja kita tidak bisa selamanya bersembunyi. Saat bersekolah, beberapa dari kita pasti mengerjakan tugas berpidato. Pada sebuah acara, mungkin kita harus memberikan sambutan. Lalu, ketika bekerja, kita diminta untuk berpresentasi. Lambat laun, berbicara di depan umum menjadi suatu kewajiban.

Ada beberapa kiat yang bisa kita terapkan guna mengasah kemampuan berbicara. Menentukan topik dan menyusun kerangka adalah langkah awal. Jangan lupa pula melakukan riset. Setelah itu, Fia Fasbinder (2017) dalam tulisannya mengungkapkan bahwa berlatih berbicara sama pentingnya dengan menyiapkan materinya. Biasakan untuk membagi porsi yang proporsional antara membuat materi dan berlatih berbicara.

Lebih dari itu, dengan melatih kemampuan berbicara, kita dapat mengetahui ritme napas diri sendiri. Menurut Monisha Toteja, bagian dari Forbes Coaches Council, bernapas dengan baik adalah kunci untuk meredam kegugupan, menghindari jeda terisi, mengendalikan kecepatan bertutur, dan meningkatkan kemantapan vokal. Dalam berlatih, atur juga gestur sebagai bagian dari bahasa tubuh. Denise Adomeit bilang, “Be honest and mean what you say. Bring yourself into a good state of mind. Stand up straight, smile, open your gestures and mimic.

Salah satu kiat yang menurut saya juga menarik untuk dipelajari adalah menganalisis situasi. Langkah ini dipaparkan oleh Gorys Keraf (1989) dalam Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Terkadang, kita sebagai pembicara terlalu fokus menyiapkan apa-apa yang hendak dibicarakan tanpa mengetahui siapa pendengarnya. Kalau begini, bisa-bisa maksud dalam lisan pembicara gagal tersampaikan. Saya mengutip pertanyaan-pertanyaan yang Keraf sarankan untuk kita jawab sebelum menyusun materi dan berbicara di depan umum:

  1. Apa maksud hadirin semua berkumpul untuk mendengarkan uraian itu? Apakah pembicara menghadapi anggota-anggota perkumpulannya atau suatu massa yang berkumpul dengan maksud tertentu? Atau apakah mereka berkumpul secara kebetulan saja?
  2. Adat kebiasaan atau tata cara mana yang mengikat mereka? Apakah mereka senang dan berani mengajukan pertanyaan? Apakah mereka senang pembicaraan yang formal atau informal?
  3. Apakah ada acara-acara yang mendahului atau mengikuti pembicaraan itu? Bilamana berlangsung pembicaraan itu: pagi, siang, malam, sesudah atau sebelum perjamuan? Kalau ada acara lain yang mendahului pembicaraan itu, acara mana yang lebih menarik perhatian? Semua unsur situasi itu dapat dipergunakan dalam pembicaraan, dan pasti mempunyai daya tarik tersendiri untuk memikat para pendengar.
  4. Di mana pembicaraan itu dilangsungkan? Di alam terbuka atau dalam sebuah gedung? Apakah pada saat itu hujan, mendung, atau panas terik? Hadirin duduk atau berdiri? Apakah suara pembicara dapat didengar dengan baik atau tidak dalam ruang atau gedung itu? Mengapa?

Kiat menganalisis situasi inilah yang sering kali saya terapkan sebelum berbicara di depan umum. Saya ingin tahu terlebih dahulu: Siapa pendengarnya? Apakah mereka sudah terbiasa mendengarkan orang berbicara? Apa film dan buku favorit mereka? Saya juga harus tahu apakah saya akan berbicara dengan pengeras suara atau tidak? Apakah saya diperbolehkan menggunakan alat presentasi? Lalu, berapa waktu yang saya punya untuk berbicara?

Berbicara di depan umum, saya rasa, merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh para praktisi di berbagai macam ranah pekerjaan. Wajar untuk merasa gugup kala pertama kali berpidato, berceramah, atau berpresentasi. Namun, kita tidak perlu khawatir berlebihan. Sama seperti keahlian lainnya, kemampuan berbicara di depan umum juga bisa dilatih. Kita bisa mengawalinya dengan menyaksikan video penyampaian lisan dari para profesional dan meminta masukan dari orang yang sudah berpengalaman. Setelah itu, kenalilah karakteristik hadirin dan situasi tempat. Dengannya, kita sebagai pembicara dapat menyampaikan topik yang relevan, candaan yang tepat, dan tohokan yang tidak sia-sia. Berkat itu pula, kita bisa menyusun topik dan berlatih dalam waktu yang efisien.

#berbicara #lisan

 

Rujukan:

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin