Saat sedang membaca artikel daring, saya sering menemukan kejanggalan dalam sebuah kalimat. Tak jarang pula, paragraf-paragraf tidak tertata dengan padu. Bahkan, wacana, yakni satuan bahasa terlengkap berbentuk karangan atau dokumen utuh, pun terkesan tidak kokoh. Berikut ini adalah lima faktor yang perlu diperhatikan serta teknik yang dapat digunakan dalam menyusun sebuah paragraf dan wacana.

  • Konjungsi

Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Begitulah menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003: 298). Contoh konjungsi ialah dan, sebab, dan meskipun. Tentu, penggunaan konjungsi wajib untuk diperhatikan. 

Kita masih sering keliru dalam menggunakan konjungsi. Sebagai contoh, apakah pemakaian konjungsi dalam kalimat Saya lapar dan saya harus berangkat sekarang tepat? Konjungsi dan seharusnya digunakan untuk menyatakan aktivitas yang setara. Pada kalimat tersebut, kita bisa mengganti dan dengan konjungsi tetapi yang menyatakan pertentangan.

  • Pengacuan

Tidak hanya pada tulisan, pengacuan berupa kamu, kita, dia, dan sebagainya pun sering kali keliru dalam percakapan sehari-hari. Contoh, dalam kalimat Orang-orang berkerumun di lokasi tabrakan, padahal dia tidak membantu apa-apa, terdapat dua pengacuan yang tidak sama. Orang-orang menandakan jumlah yang banyak, sedangkan dia berdiri sebagai orang tunggal. Sebaiknya, dia diganti menjadi mereka.

  • Penyulihan

Salah satu cara membuat sebuah paragraf menjadi efektif dan enak untuk dibaca adalah dengan melakukan penyulihan di antara kalimat. Dalam Penyulihan sebagai Alat Kohesi dalam Wacana (1996: 11), penyulihan adalah penggantian konstituen dengan memakai kata yang maknanya sama sekali berbeda dengan kata yang diacunya. Perhatikan paragraf di bawah ini.

Seorang pekerja bangunan melaporkan temuan sebuah tas di pinggir jalan. Saat membuka tas yang ditemukannya, laki-laki tersebut melihat uang yang sangat banyak. Ia pun membawa tas tersebut ke kantor polisi terdekat.

Seorang pekerja bangunan disulih menjadi laki-laki dan ia. Dengan menggunakan pilihan kata yang berbeda, penyulihan dapat menghindari penggunaan kata atau frasa yang repetitif.

  • Pelesapan

Teknik ini dapat dilakukan untuk menghindari kejanggalan berupa repetisi kata atau frasa. Beda halnya dengan penyulihan yang mengganti satuan bahasa, pelesapan menghilangkan satuan bahasa. Perhatikan dua kalimat berikut ini.

Kini, buah mangga dari kebun petani di Indramayu sudah dapat ditemukan di supermarket. Buah mangga dari kebun petani di Indramayu tersebut dikemas ulang ke dalam bentuk yang siap saji.

Kita bisa melihat pengulangan frasa buah mangga dari kebun petani di Indramayu. Padahal, kedua kalimat tersebut bisa dileburkan dengan pelesapan sebagai berikut: Kini, buah mangga dari kebun petani di Indramayu sudah dapat ditemukan di supermarket dalam bentuk kemasan yang siap saji.

  • Koherensi

Koherensi berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat. Kesalahan koherensi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni penalaran dan logika yang keliru, generalisasi yang terlalu luas, serta hubungan sebab dan akibat yang tidak memadai. Simak paragraf yang memiliki koherensi yang baik di bawah ini.

Rima sangat kesal dengan aturan pemeriksaan tas sebelum naik ke kereta MRT karena ia selalu membawa banyak tas. Tas-tas tersebut harus dilepas satu per satu, mulai dari tas kamera, tas laptop, tas kecil berisi dompet, hingga tas kecil yang berisi alat riasnya. Alhasil, Rima sering terlambat masuk sekolah dan kena omel wali kelas.

Dengan memperhatikan lima faktor tersebut, kita bisa menyusun sebuah paragraf dan wacana yang kokoh. Pemakaian konjungsi serta pengacuan yang tepat mampu membuat tulisan menjadi tajam. Tidak hanya itu, tulisan pun dapat lebih menggugah berkat teknik penyulihan serta pelesapan yang meredam risiko repetisi. Tulisan yang tajam serta menggugah tersebut kemudian dijahit lewat koherensi. Dengan demikian, paragraf serta wacana akan berdiri sebagai karya yang utuh.   

 

Rujukan:

  • Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wicana.
  • Suhaebah, Ebah, S.S.T. Wisnu Sasangka, dan Syahidin Badru. 1996. Penyulihan sebagai Alat Kohesi dalam Wacana. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin