Minggir!
Bagaimana minggir bisa terbentuk? Kata dasarnya adalah pinggir yang memaknai ‘tepi’ atau ‘sisi’. Melalui afiksasi berupa prefiks, terciptalah meminggir yang artinya ‘menepi’. Dalam ragam cakapan, kata pinggir juga bisa mengalami afiksasi lain, yakni simulfiks. Simulfiks merupakan afiksasi yang berfokus pada penekanan ciri segmental, seperti kebut menjadi ngebut atau kopi menjadi ngopi. Kata pinggir yang mengalami simulfiks beralih menjadi minggir. Sebagaimana afiksasi yang dapat mengubah kategori kelas kata, pinggir yang merupakan nomina pun bertransformasi menjadi verba dalam kata minggir.
Namun, yang saya rasa menarik untuk dibicarakan adalah konotasi yang menyertai kata minggir. Kita mungkin sering mendengar seseorang berkata, “Minggir!” Selain umumnya kata itu diucapkan dalam konteks bercanda, tidak jarang juga ia diutarakan dengan nada tinggi. Bisa dibilang, “Minggir!” pun terkadang berdiri sebagai bentuk makian. Moeliono dkk. (2017) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat bahkan menuliskan bahwa minggir dapat berdiri sebagai kalimat imperatif permintaan.
Makin singkat kalimat imperatif permintaan, makin kentara tingkat ketegasan atau kekasarannya. Saya jarang mendengar seseorang mengatakan “Meminggir!” atau “Meminggir kau!” Di jalanan, pengemudi yang emosi lebih sering mengutarakan “Minggir!” Bahkan, tanpa kata seru, minggir mampu menggambarkan ketegasan. Hal ini sukar kita temukan pada simulfiks ngopi. Coba kita simak contoh yang berbeda.
1.
a. Ayo, ngopi!
b. Ayo, minggir!
2.
a. Lebih baik kamu ngopi dulu.
b. Lebih baik kamu minggir dulu.
Terasa, kan, perbedaannya? Pada kalimat 1a, mudah untuk menemukan suasana yang hangat, seperti sudah tidak lama bertemu dengan kerabat atau saudara. Dengan secangkir kopi yang memantik obrolan, kerinduan bisa dilampiaskan. Namun, suasana yang mencekam lebih bisa kita temukan pada kalimat 1b. Hal serupa dapat kita temukan pada contoh kalimat 2. Meskipun sama-sama anjuran, contoh a dan b mengangkat suasana yang berbeda.
Pertanyaannya, kalau begitu, apakah simulfiks bisa turut mengubah konotasi sebuah kata? Atau perubahan konotasi tersebut hanya dapat ditemui pada kata minggir?
Rujukan:
- Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Moeliono, Anton. M dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Artikel & Berita Terbaru
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI
- Bimbingan Teknis Polda Metro Jaya bersama Narabahasa