Kekuatan Bahasa Daerah
Ketika bertutur, beberapa teman saya bisa dan terbiasa melakukan alih atau campur kode. Pastinya, kebanyakan dari mereka memasukkan kata-kata berbahasa Inggris. Ini berbeda dengan orang tua atau kakek dan nenek saya yang lebih suka menambahkan bahasa Belanda ke dalam percakapan. Namun, saya kerap kali terkesan ketika seseorang mengombinasikan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dalam suatu pertuturan.
Pada waktu tertentu, bahasa daerah sering kali bisa mewakili sebuah konsep dengan kata-kata yang sederhana dan cantik. Adi Budiwiyanto dalam “Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia” menulis, “… ternyata banyak sekali konsep yang berasal dari kosakata bahasa daerah yang tidak dapat ditemukan dalam konsep bahasa Indonesia dan kalaupun ada, bentuknya biasanya berupa frasa.”
Coba kita ambil contoh, apakah ada satu kata yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk mewakili arti ‘menyingsingkan lengan baju’? Dalam hal ini, kita bisa memanfaatkan kosakata bahasa Jawa, yaitu bercancut. Contoh lainnya, Kerabat Nara pernah menangis karena terlalu berlebihan tertawa? Jika iya, berarti Kerabat Nara pernah kamirawaan. Kata ini diambil dari bahasa Banjar.
Seperti yang dijelaskan oleh Budiwiyanto, kita bisa lihat sekilas bahwa bahasa daerah dapat menjelaskan aktivitas dalam satu kata. Di Papua, kata bameti mampu meringkas pengertian ‘kegiatan memungut kerang-kerangan, kepiting, dan udang saat air laut atau sungai sedang surut’. Masyarakat Bugis mengenal kosakata manana untuk menjelaskan ‘memasak sampai matang dengan menggunakan api kecil dalam jangka waktu yang lama’. Kemudian, di Riau, makna ‘terbayang atau terkenang kepada seseorang, terutama apabila dilamun cinta’ terwakili dengan diksi angau.
Dari contoh-contoh tersebut, saya kira bahasa daerah bisa menjadi pemerkaya kosakata bahasa Indonesia. Hal ini selaras dengan risalah Seminar Politik Bahasa Nasional pada 1975 yang dirangkum dalam Politik Bahasa: Risalah Seminar Politik Bahasa (2003). Di situ dituliskan bahwa bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, serta alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat. Lalu, terkait hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah bisa menjadi pendukung bahasa nasional, bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran, dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.
Bahasa daerah tidak hanya menjadi identitas sebuah pulau atau suku. Lebih dari itu, bahasa daerah telah berperan bagi perbendaharaan bahasa nasional. Semoga saja, kebijakan kebahasaan juga bisa memberikan ruang untuk bahasa daerah bertumbuh. Salah satunya adalah dengan mencantumkan lebih banyak lagi lema berbahasa daerah di KBBI.
#bahasadaerah
Rujukan:
- Alwi, Hasan & Sugono, Dendy. (ed). 2003. Politik Bahasa: Risalah Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Penerbit Progres dan Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
- Budiwiyanto, Adi. “Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia”. Diakses pada 2 November 2021.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian