Bagaimana Kerabat Nara melafalkan judul di atas? Apakah [manajəmɛn manajər] atau [mɛnɛjəmɛn mɛnɛjər]? Dengan penulisan yang lebih sederhana, apakah Kerabat Nara melafalkan bagian awalnya sebagai mana atau mene?

Dalam keseharian, saya sejujurnya sangat jarang—atau bahkan belum pernah—menemukan orang yang secara refleks mengatakan [manajəmɛn] atau [manajər]. Coba ingat-ingat juga apakah Kerabat Nara pernah mendengar orang mengucapkan manajemen sebagai [manajəmɛn] atau manajer sebagai [manajər].

Selain dua kata tersebut, hal serupa terjadi pada pengucapan kata manajerial. Kebetulan ketiganya berada pada ranah yang sama, yaitu pengaturan sumber daya. 

Di sisi lain, kita tahu bahwa ejaannya tidak bermasalah. Tidak ada orang yang menuntut penggantian penulisan <manajemen> menjadi <menejemen>, <manajer> menjadi <menejer>, atau <manajerial> menjadi <menejerial>. Kampus-kampus di Indonesia pun menggunakan kata manajemen sebegai nama jurusan. Hal demikian berbeda kasus dengan kata bramacorah, saksama, dan katapel yang kadang-kadang masih dipertentangkan dengan bromocorah, seksama, dan ketapel.

Lantas, jika ejaannya tidak bermasalah, mengapa kita mengucapkan manajemen sebagai [mɛnɛjəmɛn]? Bukankah huruf <a> diucapkan sebagai [a]?

Saya menduga bahwa kasus demikian terjadi karena kita telah terbiasa mendengar pengucapan dalam bahasa asalnya, yaitu bahasa Inggris. Selain itu, pengucapan tersebut terdengar sejalan dengan kaidah urutan fonem (fonotaktik) bahasa Indonesia. /ˈmanijmənt/ tidak jauh berbeda dengan /menejəmen/. Begitu pula /ˈmanijər/ dengan /menejər/ dan /ˌmanəˈjirēəl/ dengan /menejərial/.

Masalah pengucapan yang tidak sesuai dengan hurufnya juga terjadi pada kata detail dan retail. Keduanya kerap diucapkan sebagai [ditɛl] dan [ritɛl]. Hal itu dapat dimaklumi karena kedua kata tersebut diserap tanpa pengubahan ejaan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kita telah terbiasa mendengar keduanya dengan pengucapan bahasa Inggris. Oleh karena itu, yang terjadi adalah kita membaca, tetapi tidak mengucapkan serapannya.

Menurut saya, kasus di atas cukup menarik. Sebabnya, bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa yang pengucapannya sesuai dengan huruf. Namun, kita mesti ingat bahwa ada sebagian kecil kata yang tidak seperti itu, seperti kata bajaj yang diucapkan sebagai [bajay]. Ada pula kata dengue yang diucapkan [dengge].

Hal itu sekali lagi membuktikan bahwa apa pun dapat terjadi dalam sebuah bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Dengan kondisi masyarakat yang memiliki begitu banyak bahasa, mengalami sejarah penjajahan yang lama, menerima dampak iptek yang besar, serta berbagai faktor lainnya, akan sangat sulit mengonsistenkan pengucapan atas suatu kata. Akhirnya, yang bisa kita lakukan adalah menerimanya sebagai sisi unik bahasa kita tercinta. Dengan itu, kita tidak perlu heran apabila suatu hari kata sayang dapat diucapkan sebagai [tərpaksa] dan janji diucapkan sebagai [iŋkar]. Tidak ada yang tidak mungkin.

#pengucapan #fonologi 

Penulis : Harrits Rizqi

Penyunting : Ivan Lanin