Ketika menulis, kita mungkin sudah terbiasa menggunakan kamus. Dengannya, kita bisa mencari makna kata atau ungkapan dan menjelaskan konteks pemakaiannya. Tulisan pun bisa lebih rapi karena mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Akan tetapi, terkadang kamus tidak bisa memperkaya kosakata kita dalam sebuah tulisan. Rasanya, diksi kita begitu repetitif. Bagaimana solusinya?

Selain kamus, terdapat satu pedoman yang dapat mempercantik tulisan kita. Tesaurus namanya. Dengan diikutip dari artikel Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tesaurus adalah buku yang memuat daftar kata atau ungkapan yang bertalian makna. Tesaurus—diambil dari bahasa Yunani thēsauros yang berarti ‘gudang’—diibaratkan seperti tempat untuk menyimpan atau menampung khazanah kosakata dalam suatu bahasa. 

Teks tesaurus diperkirakan pertama kali ditulis oleh seorang sejarawan dan ahli tata bahasa Yunani bernama Philo dari Byblos dalam buku yang berjudul On Synonyms. Pada bentuk awalnya, buku teks ini mirip dengan kamus, tetapi berisi persamaan kata (sinonim) dan dalam deskripsinya tercantum kata-kata lain yang memiliki arti serupa dengan kata tersebut. Itu sebabnya buku tersebut dianggap sebagai tesaurus kuno atau tesaurus pertama. Dalam dunia modern, teks tesaurus lalu dikembangkan oleh seorang dokter Inggris bernama Peter Mark Roget sekitar 1805. Beliau yang mulai menyusun daftar kata-kata berdasarkan makna dan temanya hingga akhirnya diterbitkan pada 1852 sebagai tesaurus modern dan masih digunakan sampai saat ini. 

Tesaurus yang ada saat ini juga terinspirasi oleh tesaurus Roget yang memuat kata dengan relasi maknanya dan disusun berdasarkan abjad. Adapun lema-lema yang terkandung merupakan lema yang memiliki kesamaan makna yang saling berkaitan di antara kata dasar, kata turunan, dan kelompok kata (frasa). Keterkaitan makna dalam tesaurus dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), perlawanan makna (antonimi), hubungan superordinat dan subordinat (hiperonimi atau hiponimi), atau hubungan antarbagian (metonimi). Selain itu, tesaurus juga mencakup kata-kata dari ragam baku, ragam percakapan sehari-hari, kontemporer sampai arkais. 

Untuk memperjelas perbedaan antara kamus dan tesaurus, berikut ini adalah contoh penyajian informasi dalam kedua panduan tersebut.

Kamus

terbang v 1 bergerak atau melayang di udara dengan tenaga sayap atau tenaga mesin 2 berhamburan atau melayang-melayang di udara; n rebana

Tesaurus

terbang v melayang, terbang; mengapung; a senjang terbang, senjang jet; n mamalia, ikan laut, katak, kadal

Setelah meresapi contoh di atas, kini kita sudah memahami perbedaan fungsi antara kamus dan tesaurus. Di dalam kamus, kita dapat menemukan informasi mengenai arti atau makna kata, sedangkan tesaurus menyajikan sinonim, antonim, dan pertalian kata. Saya sering memanfaatkan tesaurus untuk mencari sinonim sebuah kata. Dengan membuka tesaurus, saya bisa menggunakan “melirik”, “menilik”, “mengamati”, bahkan “memandang” untuk menggantikan kata “melihat”. Itu hanya contoh dari satu kata. Pada akhirnya, tesaurus dapat membantu kita sebagai penulis untuk mengekspresikan gagasan dengan pilihan kata yang tepat lewat kekayaan kosakata dari suatu bahasa. 

Rujukan:

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin