Pada artikel “Kematian Bahasa”, saya menyinggung bahwa bahasa bisa mengalami kematian seperti layaknya manusia. Ketika penutur suatu bahasa tidak ada lagi, bahasa itu berpotensi untuk punah. Bahkan, tidak hanya itu, ketika para penutur masih hidup, bahasa mungkin terancam musnah akibat beragam faktor, seperti kolonialisasi, imigrasi, bencana sosial, juga kontak budaya yang memicu dominasi bahasa.
Beberapa bahasa daerah di Indonesia sudah mengalami kepunahan. Bayangkan, 2020 hanya berjarak satu tahun ke belakang, tetapi pada tahun itu terhitung sebelas bahasa daerah dinyatakan punah. Pada 2016, Multamia Lauder, seorang guru besar linguistik di Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa tiga belas bahasa daerah telah mati. Jumlah bahasa daerah yang terancam punah juga berada pada angka yang mengkhawatirkan.
Lantas, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan ini? Dalam buku Language Death, David Crystal (2014) mengemukakan beberapa upaya yang bisa dilakukan guna mencegah kepunahan bahasa.
Melibatkan Penutur dalam Institusi Pendidikan
Sistem pendidikan—termasuk kecakapan tenaga didik dan kurikulum yang memadai—mempunyai peran untuk turut meneruskan eksistensi bahasa daerah. Bahkan, menurut Crystal, diperlukan juga andil seorang penutur jati bahasa daerah dalam institusi pendidikan. Mereka bisa menjadi simbol akan pentingnya upaya pelindungan bahasa daerah.
Mendokumentasikan dan Mendistribusikan
Bahasa dapat tetap hidup jika digunakan dalam peristiwa tutur. Lebih dari itu, dokumentasi bahasa melalui tulisan juga tidak kalah penting. Meskipun begitu, jangan lupakan bahwa dokumentasi tersebut perlu disebarkan, mungkin dalam bentuk buku atau publikasi lainnya, sehingga cakupan pembaca dan peminatnya makin luas.
Mengoptimalkan Aksesibilitas Internet
Untuk bisa bersandingan dengan perkembangan zaman, bahasa daerah sebaiknya mendapatkan tempat di internet. Crystal mengatakan bahwa pengembang situs web dan aplikasi dapat menyediakan pilihan bahasa yang lebih banyak. Kalau bisa, bahasa daerah ikut dimasukkan ke dalamnya. Optimalisasi internet juga memungkinkan ketersediaan kamus bahasa daerah—atau bentuk dokumentasi lainnya—di dunia maya.
Melakukan Pengkajian
Dengan diteliti, bahasa daerah dapat terus berkembang. Tentunya ini tidak dapat terlaksana tanpa campur tangan para linguis.
Per Agustus 2021, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) mengungkapkan bahwa terdapat 718 bahasa daerah di Indonesia. Institusi tersebut telah memetakan bahasa daerah dengan cara terjun langsung ke komunitas penutur serta melakukan transkripsi dan perekaman. Mereka juga bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kita dapat melihat bahwa Badan Bahasa sudah berada pada tahap dokumentasi. Namun, hingga saat ini, saya belum menemukan rujukan tentang upaya-upaya yang akan dilakukan oleh Badan Bahasa dalam melestarikan bahasa-bahasa daerah di Indonesia.
#bahasadaerah
Rujukan:
- Crystal, David. 2014. Language Death. Croydon: Cambridge Press University.
- Haryanto, Alexander. 2016. “Bahasa-bahasa Daerah yang Hampir Musnah”. Tirto. Diakses pada 18 Desember 2021.
- Kemdikbud. 2021. “Menilik Upaya Pelindungan dan Pengembangan Bahasa Daerah dalam Seminar Internasional”. Diakses pada 18 Desember 2021.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin