Peribahasa: Pepatah, Bidal, Perumpamaan, Ibarat, dan Pemeo

oleh Yudhistira

Istilah peribahasa dan pepatah sudah sering kita dengar sejak dahulu. Barangkali guru di sekolah dasar atau dosen di perguruan tinggi pernah mengajarkan peribahasa dan pepatah kepada kita. Berkat mereka, saya bisa dengan yakin mengatakan bahwa tong kosong berbunyi nyaring adalah sebuah peribahasa.

Ternyata, peribahasa dan pepatah bukanlah dua istilah yang bersinonim. Peribahasa, menurut Abbas (1987: iii) dalam Adhani (2016: 98), adalah bentuk sastra lisan yang perlu dipertahankan kehadirannya dalam khazanah dunia sastra. Sementara itu, Adhani juga mengutip Darmasoetjipta (1984: 3–4) yang mendefinisikan peribahasa sebagai ‘rumusan dari kebijaksanaan masyarakat yang menunjukkan adanya sikap waspada lan eling yang berkaitan dengan moral dan kebajikan hidup yang sangat berguna untuk menghadap hidup dan kehidupan’. Selain itu, peribahasa juga dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengungkapkan isi batinnya dan sebagai penanda nilai luhur budaya.

Kemudian, apabila merujuk pada Kamus Linguistik Edisi Keempat (2008), peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat; bersifat turun-temurun; dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup; mencakup bidal, pepatah, perumpamaan, ibarat, pemeo.

Berdasarkan pengertian terakhir, kita bisa lihat bahwa pepatah termasuk ke dalam peribahasa. Berikut akan saya paparkan jenis-jenis peribahasa.

 

Pepatah

KBBI daring V mendefinisikan pepatah sebagai ‘peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang tua-tua (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara)’. Contohnya adalah tong kosong nyaring bunyinya. Namun, Kridalaksana berpendapat lain. Menurutnya, pepatah adalah peribahasa yang terjadi dari kalimat tak lengkap, berisi hal-hal umum, dan tidak berisi nasihat. Kridalaksana lantas memberikan contoh pepatah, yaitu indah kabar dari rupa yang berarti ‘berita yang tersebar biasanya lebih hebat daripada kenyataan yang sebenarnya’ dan alah membeli menang memakai yang artinya ‘biarpun harganya mahal, tetapi dapat dipakai lama karena mutunya baik’.

 

Bidal

Entah apa alasannya, KBBI daring V mencatat bidal dan pepatah sebagai peribahasa yang mengandung nasihat. Padahal, menurut Kridalaksana, peribahasa yang berisi nasihat atau pengajaran disebut bidal, bukan pepatah. Contoh bidal adalah biar lambat, asal selamat.

 

Perumpamaan

Perumpamaan adalah peribahasa yang menggunakan perbandingan. Contohnya ialah seperti katak dalam tempurung yang artinya ‘kurang berpandangan luas’. Peribahasa perumpamaan biasanya ditandai dengan kata seperti, ibarat, bagai, macam, dan sebagainya.

 

Ibarat

Kridalaksana tidak mengemukakan arti peribahasa ibarat dan perbedaannya dengan peribahasa perumpamaan. Namun, dari penelusuran saya, peribahasa ibarat atau tamsil tidak memiliki penanda kata berupa seperti, ibarat, bagai, dan macam layaknya peribahasa perumpamaan. Contoh peribahasa ibarat atau tamsil adalah tua-tua keladi yang berarti ‘tua tetapi bukan tua umurnya saja melainkan juga banyak pengetahuan dan pengalaman’.

 

Pemeo

Pemeo diartikan sebagai ‘peribahasa yang dijadikan semboyan’. Contohnya adalah esa hilang, dua terbilang yang bermakna ‘berusaha terus dengan dengan keras hati hingga maksud tercapai’.

Perlu ditekankan bahwa peribahasa memiliki banyak jenis dan pepatah termasuk ke dalamnya. Penjelasan saya di atas memanfaatkan definisi peribahasa berdasarkan pemahaman Harimurti Kridalaksana. Saya rasa, peribahasa hampir sama dengan majas, yakni setiap pakar bahasa merumuskan definisi dan pengklasifikasian yang berbeda-beda.

 

Rujukan:

  • Adhani, Agnes. 2016. “Peribahasa, Maknanya, dan Sumbangannya terhadap Pendidikan Karakter”. Dalam Jurnal Magistra, No. 97, September, hlm. 97–110. Merauke: Universitas Musamus.
  • Khairil, Muhammad. 2018. “Simak Ulasan Ragam Peribahasa dan Pengertiannya Biar Kamu Pintar Berperibahasa!”. Diakses pada 8 Juni 2020.
  • Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin

Anda mungkin tertarik membaca

2 komentar

Sugiharto 11 Juni 2021 - 21:32

mantap keren cadas, ijin sedot

Balas
Narabahasa 15 Juni 2021 - 18:48

Mantap, Kerabat Nara! :D

Balas

Tinggalkan Komentar