Tegas Tanpa Repetisi

oleh Yudhistira

Seperti yang sudah saya paparkan dalam artikel “Ragam Repetisi”, repetisi adalah salah satu majas atau gaya bahasa penegasan. Nyatanya, selain repetisi, ada pula majas-majas lain yang digunakan untuk menegaskan sesuatu. Berikut ini adalah pemaparan tentang majas-majas penegasan di luar repetisi berdasarkan pemahaman Okke Zaimar (2002), Gorys Keraf (2006), dan Rachmat Djoko Pradopo (2018). Kemudian, guna memperjelas definisi setiap majas, saya juga memanfaatkan Kamus Linguistik Edisi Keempat (2008) yang ditulis oleh Harimurti Kridalaksana.

Tautologi

Pradopo menuliskan bahwa tautologi adalah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan sebanyak dua kali lewat kata yang berbeda, tetapi memiliki arti yang sama atau hampir sama. Contohnya:

“Angin bertiup sangat kencang, ia berdesir begitu hebat.”

Hati-hati, kita perlu membedakan tautologi dengan tautotes

Pleonasme

Kamus Linguistik Edisi Keempat mendefinisikan pleonasme sebagai ‘pemakaian kata-kata lebih daripada yang diperlukan’. Bahkan, pleonasme sering disandingkan dengan kelewahan berbahasa. Menurut Pradopo, pleonasme atau keterangan berulang dilakukan untuk menerangkan suatu maksud. Contohnya adalah tinggi membukit, turun ke bawah, teramat sangat, dan sebagainya.

Enumerasi

Enumerasi adalah penjumlahan. Di sini, suatu hal atau keadaan dipecah menjadi beberapa bagian untuk mencapai suatu maksud yang kuat. Pradopo mengutip salah satu bait puisi dari Sutan Takdir Alisjahbana yang diduga memanfaatkan enumerasi.

SEGALA, SEGALA

(…) Buka lemari pakaian berkata,

Di tempat tidur engkau berbaring,

Di atas kursi engkau duduk, 

Pergi ke dapur engkau sibuk. (…)

Baris-baris pada bait tersebut menggambarkan latar tempat yang berbeda, yaitu (di dalam) lemari pakaian, tempat tidur, atas kursi, dan dapur. Namun, mereka saling menopang sehingga menurut Pradopo membentuk satu kesimpulan kuat bahwa sang engkau selalu muncul di mana-mana.

Paralelisme

Paralelisme adalah persejajaran. Pradopo mengangkat puisi yang sama untuk menjelaskan penggunaan paralelisme.

(…) Segala kulihat segala membayang,

Segala kupegang segala mengenang. (…)

Dalam paralelisme, pengulangan dilakukan pada sebagian kata saja.

Retorik Retisense

Majas ini sering kita temukan pada puisi-puisi romantisisme. Penggunaannya berupa titik-titik untuk menguatkan perasaan, terutama kesedihan atau kemurungan. Contoh:

“Aku melihatmu pergi bersamanya ….

Oh, betapa hancur hatiku …

untuk memahami perpisahan ini …”

Aliterasi dan Asonansi

Keraf mengartikan aliterasi sebagai ‘perulangan konsonan yang sama’. Sementara itu, asonansi adalah ‘perulangan vokal yang sama’. Perhatikan contoh berikut ini yang memiliki aliterasi k dan asonansi u.

Kukirimkan kata-kata karena rindu tidak kunjung bertemu dan cium tidak berlabuh pada pelupuk matamu.”

Apofasis atau Preterisio

Majas ini sering digunakan untuk menegaskan sesuatu dengan penyangkalan. Contohnya:

“Bebas saja kau mau pergi ke mana. Kau boleh ke luar kota, makan di restoran mewah atau tidur di hotel bintang lima. Aku tidak akan kecewa. Sungguh, aku tidak akan kecewa.”

Dalam contoh tersebut, sang aku sebetulnya ingin menegaskan bahwa dia sangat kecewa.

Litotes

Litotes mungkin saja bertumpang tindih dengan ironi. Namun, apabila ironi digunakan untuk mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlainan dari rangkaian kata-katanya, litotes lebih berfokus untuk menyatakan sesuatu dengan merendahkan diri. Jadi, perbedaan ironi dan litotes dapat dilihat melalui motif penggunaannya. Contohnya:

“Terimalah hadiah yang sangat sederhana ini.”

Erotesis

Erotesis sering diartikan sebagai pertanyaan retoris. Bentuk erotesis adalah pertanyaan yang mengincar penekanan tertentu dan tidak membutuhkan jawaban. Gaya bahasa ini sering kita temui pada pidato. Contohnya:

“Pandemi ini seolah tidak bisa terkendali. Apakah pemerintah sadar akan hal ini? Apakah kita sebagai rakyat sudah menjalankan protokol kesehatan dengan baik? Sampai kapan kita akan terus begini?”

Koreksio atau Epanortosis

Wujud majas ini adalah sebuah koreksi untuk memberikan penekanan seperti contoh berikut.

“Hari ini aku sudah tiga kali bolak-balik ke warung. Eh, empat kali, bahkan!”  

Majas memang sukar untuk diartikan dan diklasifikasikan secara pasti. Berdasarkan pembacaan saya, setiap pakar memiliki penggolongan majas yang berbeda-beda, termasuk majas penegasan. Namun setidaknya, pemaparan di atas bisa sedikit membantu kita dalam menulis atau berujar. Ternyata, kita punya banyak cara untuk bisa melakukan penegasan tanpa harus menjadi repetitif dan membosankan.

 

Rujukan:

  • Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Pradopo, Rachmat Djoko. 2018. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Zaimar, Okke. 2002. “Majas dan Pembentukannya”. Dalam Jurnal Makara, Sosial Humaniora Vol. 6, No. 2, Desember. Depok: Universitas Indonesia.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Dessy Irawan

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar