Ironi, Sinisme, Sarkasme, dan Satire
Gorys Keraf dalam Diksi dan Gaya Bahasa (2006) menuliskan lapis-lapis klasifikasi gaya bahasa. Berdasarkan langsung dan tidak langsungnya makna, gaya bahasa atau figure of speech digolongkan ke dalam gaya bahasa retoris dan kiasan. Ironi, sinisme, sarkasme, dan satire adalah gaya bahasa yang termasuk ke dalam gaya bahasa kiasan.
Kita mungkin sering mendengar seseorang berkata Ih, sinis banget, deh, lo! atau Bahasanya sarkas banget! Terkadang, sinis dan sarkas pun diganti dengan satire. Ketiganya perlu dibedakan. Sinis, sarkas, dan satire punya ciri masing-masing. Namun, sebelumnya, kita harus mengenal konsep ironi terlebih dahulu.
Ironi
Ironi merupakan turunan dari kata eironeia. Artinya ‘penipuan’ atau ‘pura-pura’. Ironi digunakan untuk mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlainan dari rangkaian kata-katanya. Perhatikan contoh berikut.
Saya tahu Anda orang yang pintar sehingga pendapat-pendapat saya tidak lagi dibutuhkan.
Ironi dinilai berhasil apabila pendengar memahami maksud yang tersimpan di balik kalimat tersebut.
Sinisme
Sementara itu, sinisme memiliki arti ‘suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati’. Tampaknya, definisi sinisme lebih kompleks dibanding ironi. Namun, dapat dibilang bahwa sinisme adalah ironi yang lebih kasar. Bentuk ironi dapat dimodifikasi lebih lanjut sehingga menjadi sinisme.
Anda memang orang yang sangat pintar sehingga pendapat-pendapat saya tidak ada gunanya!
Jika diperhatikan, dengan mengganti beberapa kata, ironi dapat berubah menjadi sinisme.
Sarkasme
Kemudian, apabila sinisme dipertajam, rangkaian kata-kata atau sebuah kalimat berpotensi membuahkan sarkasme. Gaya bahasa ini berasal dari kata sarkasmos, diturunkan dari verba sakasein yang berarti ‘merobek-robek daging seperti anjing’, ‘menggigit bibir karena marah’ atau ‘berbicara dengan kepahitan’. Maka, tidak heran jika sarkasme memiliki arti ‘suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir’. Perhatikan contoh di bawah ini.
Anda baru lulus kuliah, anak kemarin sore. Jangan sok pintar. Pendapat-pendapat saya jauh lebih brilian.
Satire
Ironi, sinisme, dan sarkasme dapat tertuang dalam suatu wacana. Di dalam wacana tersebut, banyak siratan yang perlu dikupas oleh pembaca. Wacana inilah yang disebut sebagai sebuah satire, yakni ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia yang secara tidak langsung menuntut adanya perbaikan.
Dari pemaparan Keraf, kita bisa mengetahui bahwa ironi, sinisme, dan sarkasme sama-sama menyuarakan sindiran. Namun, ketiganya tidak setara, dalam arti, memiliki level sindiran yang berbeda. Sementara itu, satire adalah suatu wacana yang mengandung sindiran beserta kritik, baik itu bersifat ironi, sinisme, atau sarkasme.
Rujukan: Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Artikel & Berita Terbaru
- Tabah ke-145 bersama Alfan, Harapan III Duta Bahasa Nasional 2023
- Pelatihan Griyaan untuk DJKI: Belajar Menulis Berita yang Efektif
- Hadapi Tantangan Menyusun Laporan Tahunan bersama Narabahasa
- Tabah ke-144 bersama Luthfi, Harapan II Duta Bahasa Nasional 2023
- Dua Pekan Lagi Bulan Bahasa dan Sastra
- Griyaan Penulisan Wara Narabahasa untuk Kemenkeu
- Tabah ke-143 bersama Arianti, Harapan II Duta Bahasa 2023
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- KDP Hadir Kembali: Kerinduan yang Sedikit Terobati
- Kreasi Konten Media Sosial Finalis Dubasnas 2024
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian