Alah Bisa karena Biasa
Setelah dua bulan lebih bergabung bersama Narabahasa, saya telah banyak belajar dan berproses. Hal yang paling terlihat adalah kebiasaan baru saya mengecek KBBI untuk mengetahui kata baku saat sedang menulis. Selain karena salah satu uraian kerja saya adalah membuat transkripsi rekaman kelas, kebiasaan itu pun tercipta karena program menulis yang diusung oleh Manajemen Narabahasa untuk semua pegawainya. Program menulis tersebut bernama Swalatih. Pramunara, sebutan untuk para pegawai Narabahasa, diwajibkan mengirim tulisan pada tiap pekan untuk melatih keterampilan berbahasa, khususnya menulis. Berkat program Swalatih tersebut, saya merasa haus untuk belajar karena berulang kali ternyata penggunaan struktur kalimat saya kehilangan unsur subjek, dan lain sebagainya. Jujur saja, saya juga terbantu dengan kelas yang diadakan oleh Narabahasa saat musim lalu, yaitu Seri Gramatika Bahasa Indonesia yang mengulas secara mendalam mengenai tataran bahasa dari wacana sampai dengan ejaan. Kabar baiknya, Narabahasa kembali menghadirkan seri tersebut pada kelas daring musim ke-6 ini.
Selain uraian kerja utama dan program menulis yang diusung Narabahasa untuk semua Pramunara, kepiawaian berbahasa kami pun semakin terlatih melalui percakapan-percakapan di grup koordinasi WhatsApp. Kami terbiasa bercakap dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik sesuai konteks dan benar sesuai kaidah. Contohnya saat kami saling menyapa, “Selamat pagi, Pak/Mbak/Mas.”. Seringkali kita abai menggunakan tanda koma sebelum kata sapaan “Pak/Mbak/Mas” atau abai mengapitalkan huruf pertama pada tiap kata sapaan. Hal-hal tersebut memang sederhana. Akan tetapi, saya hampir tidak pernah menjumpai percakapan grup yang seindah dan serapi itu. Saya pribadi pun merasa “bangga” saat mampu dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sesuai konteks dan kaidah.
Selain kebiasaan-kebiasaan di atas, saya pun seringkali menemukan diri saya tersenyum sendiri usai membaca umpan balik dari peserta kelas daring. Banyak sekali doa dan harapan yang disampaikan oleh Kerabat Nara atas dasar kepedulian terhadap bahasa Indonesia. “Terima kasih, Narabahasa. Pikiranku lebih terbuka. Semoga jadi amal baik Narabahasa untuk semua kegiatan yang diselenggarakan,” tulis salah seorang peserta yang mengikuti kelas Penulisan Skripsi. Tanpa sadar, saya mengucap kata amin dalam hati. Barangkali Kerabat Nara yang sedang membaca Nawala ini pun turut mengaminkan. Amin.
Salam takzim,
Listi Hanifah
Spesialis Operasi Narabahasa
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam