Awal tahun 2013 adalah momentum awal saya menapakkan kaki di dunia pemasaran. Saya tidak memiliki ilmu pemasaran sama sekali kala itu. Modal saya hanyalah kegemaran berkomunikasi dan mendengarkan cerita orang lain. Berbekal modal tersebut, saya mulai mencari klien. Tak disangka-sangka, saya langsung mendapat proyek dengan nilai fantastis dan terus berlanjut dengan proyek-proyek berikutnya. Jangan ditanya rasanya seperti apa, yang pasti saya mulai menyukai dunia baru saya.
Seiring berjalannya waktu, saya pun banyak menyerap ilmu dari rekan-rekan saya. Di tengah perjalanan, saya sadar bahwa gaya yang saya gunakan adalah gaya “Rambo”, semua kebutuhan saya kelola tanpa melakukan identifikasi awal. Apabila dilihat dari pencapaian target memang tinggi, tetapi kalau dibandingkan antara banyaknya prospek yang menang dan kalah, persentasenya tidak sesuai harapan.
Sejak saat itu, saya mulai berniat mencari dan mendalami ilmunya. Alhamdulillah juga saya memiliki teman dan rekan yang tidak sungkan berbagi ilmu. Inilah awal mula saya mempelajari dasar ilmu pemasaran. Jika pengalaman saya tersebut dijadikan judul sinetron, saya akan menamainya “Dari Rambo Menjadi Sniper”.
Mendalami pemasaran dan ilmunya menjadi hal yang paling seru dalam hidup saya. Saya belajar bagaimana cara mengulik klien dan mendapatkan hatinya. Hati? Iya! Ini rahasia, lo. Kalau mau banyak proyek jangan cuma mendapatkan angkanya saja, tetapi juga raih hati klien. Insyaallah, jika ada kebutuhan lanjutan yang sesuai dengan bidang, klien pasti akan ingat dengan kita.
Melalui Nawala Nara ini, saya ingin berbagi pengalaman kepada Kerabat Nara meski pengalaman saya masih seumur jagung. Saya akan mulai dari yang paling dasar, yaitu tiga proses awal caranya pemasar bisa hijrah dari Rambo menjadi Sniper.
Pertama, identifikasi klien. Pada proses awal ini, Kerabat Nara harus menentukan pasar dan sesuaikan dengan produk yang Kerabat Nara punya. Jika sudah tahu pasar mana yang mau dituju, segeralah kerucutkan berdasarkan industrinya dan kecilkan lagi berdasarkan perusahaannya. Bagaimana cara kita memilih perusahaan yang mau kita sasar? Jawabannya adalah identifikasi klien secara rinci. Mulai dari bidangnya, besar bisnisnya, banyak karyawannya, angka penjualannya, atau berapa banyak kantor cabangnya. Catatlah semua hal satu templat identifikasi, sampai hal remeh sekalipun, karena semua hal yang kita dapatkan bisa jadi senjata ampuh dalam melakukan pendekatan. Setelah mendapat data lengkapnya, biasanya saya akan duduk bersama rekan-rekan kerja yang lainnya untuk memfinalisasi data. Duduk bersama ini diperlukan untuk mendapatkan masukan-masukan lain yang mungkin terlewatkan. Mata kedua, ketiga, keempat itu penting, lo, Kerabat Nara.
Kedua, jalin hubungan. Setelah kita melakukan identifikasi mendasar secara rinci, maka mulailah jalin hubungan dengan klien. “Caranya gimana, sih? Saya belum ada kenalan, nih?” Jangan lupa, Kerabat Nara punya rekan kerja dan teman, kan? Gunakan lingkaran awal ini untuk dapat terkoneksi dengan klien yang kita tuju. Berdasarkan apa yang saya jalani saat ini, menggunakan lingkaran pertama adalah hal yang paling efektif dibandingkan Kerabat Nara cari pengguna melalui internet. Coba, deh!
Saat kontak sudah di tangan, Kerabat Nara bisa langsung jalin komunikasi, ya. Tips dari Narabahasa ada 4 keterampilan berbahasa, yaitu melihat, berbicara, mendengar, dan menyimak. Berkomunikasilah dengan santun, sesuaikan bahasa dengan siapa kita berbicara, observasi lingkungan sekeliling, serta jadilah pendengar yang baik dan simak dengan saksama apa kendala mereka. Setelah itu, berilah mereka saran atas kendala mereka. Ingat, saran bukan jualan!
Menjalin hubungan jangan hanya sekali setahun, ya, Kerabat Nara. Sama halnya dengan menjalin hubungan dengan orang yang kita taksir. Harus intens, tetapi tetap pastikan tidak mengganggu. Cari celahnya, gunakan cara yang baik, bukan dengan hadiah atau hal-hal yang sensitif yang bisa melanggar norma, ya. Niat dan cara yang baik akan berbuah manis, kok.
Ketiga, mulai membangun bisnis. Tak kenal maka tak sayang, sudah kenal maka disayang. Disayang bukan berarti kita bisa melakukan segala cara untuk memuluskan proyek, ya. Disayang berarti apabila kita memberikan saran terhadap kendala mereka, maka mereka akan mendengar dengan baik, diskusi bisa terbuka, dan kita dapat membantu mereka melakukan perbaikan terhadap bisnis mereka.
Demikianlah tiga tips dasar dari saya, Kerabat Nara. Apabila ada kesempatan lain, saya akan berbagi lebih banyak lagi. Semoga tips singkat dari saya bisa membantu Kerabat Nara mengatasi kepusingan awal dalam memulai pendekatan dengan klien, ya. Jika Kerabat Nara ada masukan yang baik untuk 3 proses awal pemasaran di atas, kita bisa berbagi juga, lo!
Salam takzim,
Melanie Koernia