Tiga pekan lalu, saya diminta memikirkan konsep yang akan diusung oleh Narabahasa untuk merayakan Bulan Bahasa 2021. Selama beberapa hari saya mencoba mencari dan membaca berbagai referensi untuk membuat suatu festival yang berbeda dari biasanya. Namun, seperti tersesat di gang buntu, ide saya mentok. Saya hanya bisa termenung.
Saya akhirnya keluar rumah, membeli secangkir kopi untuk menenangkan diri. Saya tidak berharap bahwa dalam perjalanan itu saya akan menemukan inspirasi. Setelah sampai dan memesan, saya menunggu di kursi kecil yang berada di samping jendela. Kedai kopi itu memiliki jendela kaca yang sangat besar sehingga mata saya dapat bebas menatap bagian luar.
Saat sedang asyik melihat-lihat sambil berimajinasi, tiba-tiba saya mendengarkan bunyi gaduh yang mengganggu. Saya mencari sumber kegaduhan tersebut. Ternyata itu berasal dari sepasang kekasih yang duduk di belakang. Sepertinya, mereka sedang bertengkar perkara suatu hal. Awalnya, saya tidak punya niat untuk menguping. Namun, suara mereka terlampau keras untuk diabaikan.
Keduanya bertengkar bukan hanya karena satu hal. Si perempuan menuding si laki-laki tidak mendengarkannya dengan baik setelah bercerita panjang lebar dalam perjalanan mereka ke sini. Si laki-laki pun meminta maaf. Akan tetapi, si perempuan masih kesal dan mulai menyinggung kesalahan lain dari kekasihnya. Ia berkata bahwa si laki-laki juga kerap menulis dengan singkat di ruang obrolan mereka. Hal itu membuat si perempuan merasa berbicara dengan gunung es saking dinginnya. Tidak selesai sampai di situ, si perempuan terus menyebutkan kesalahan-kesalahan si lelaki.
Perdebatan mulai terjadi. Si laki-laki yang awalnya mengalah akhirnya tak terima. Ia juga menyebutkan bahwa si perempuan kerap berbicara terlalu cepat dan bercerita terlampau panjang dalam kondisi yang tidak tepat. Ia menuding si perempuan tidak jarang memaksa untuk didengarkan, padahal ia sedang letih dan tidak memiliki energi untuk itu. Si laki-laki juga berkata bahwa si perempuan kerap lama membalas pesannya. Si perempuan juga dituding sering tidak memahami bacaan dalam ruang obrolan. Kata si lelaki, “Orang nulis apa, kamu bacanya apa. Jaka Sembung bawa golok. Tahu, enggak?”
Saya sedikit tertawa mendengar sampiran pantun kilat yang disebutkan laki-laki itu. Bukan karena saya tidak bersimpati, melainkan karena ia tidak berani melanjutkan isi dari sampiran tersebut.
Tepat ketika pertengkaran makin tidak ramah untuk didengarkan oleh gendang telinga, kopi panas yang saya pesan akhirnya selesai dibuatkan. Saya pun mengucapkan terima kasih dan bergegas kembali ke mobil untuk pulang.
Dalam perjalanan itu, saya mencoba menelaah pertengkaran mereka. Saya mencoba menimbang-nimbang siapa yang salah atau benar hingga saya menemukan benang merahnya. Sepertinya, si laki-laki dianggap kurang cakap menyimak dan menulis, sedangkan si perempuan kurang pandai berbicara dan membaca. Saya mengangguk-angguk kecil dengan simpulan sok tahu yang saya dapatkan.
Saya kembali memikirkan kemungkinan benang merah lainnya hingga saya menyadari sesuatu. Hal yang menyebabkan pertengkaran sepasang kekasih di kedai kopi itu nyatanya adalah perkara empat keterampilan bahasa, yakni menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Setidaknya, berdasarkan cocoklogi saya, hasilnya seperti itu.
Saya pulang dengan muka semringah. Selain membawa kopi sebagai penenang, saya juga mendapat ide untuk konsep perayaan Bulan Bahasa dari Narabahasa. Itulah salah satu asal lahirnya Festival Tetralogi yang saat ini sedang diselenggarakan oleh Narabahasa setiap Sabtu pada bulan Oktober 2021. Pekan lalu, pada 9 Oktober, Narabahasa sudah menyelenggarakan Festival Menyimak. Pekan ini, pada 16 Oktober, Narabahasa akan mengadakan Festival Membaca. Sementara itu, pada pekan ketiga, yakni 23 Oktober, perayaan dilanjutkan dengan Festival Berbicara. Terakhir, sebagai penutup, Festival Menulis akan digelar pada 30 Oktober.
Daripada terus-menerus salah paham dengan pasangan, lebih baik kita belajar bersama untuk meningkatkan keterampilan bahasa selama sebulan. Siapa tahu, setelah mengikuti festival ini, hubungan Kerabat Nara jadi lebih baik dan tenang. Bagi yang tidak memiliki pasangan, coba ikut juga, ya. Siapa tahu Kerabat Nara bisa mendapatkannya dalam acara ini. Lumayan, ‘kan?
n.b. Festivalnya gratis, lo!