Pada pagi hari pukul 6.10 WIB awal Oktober lalu, saya menerima pesan WhatsApp dari seorang teman dekat. Saya baru bangun tidur kala itu. Nyawa pun belum terkumpul sepenuhnya. Aktivitas mengecek pesan masuk saat baru bangun seolah sudah menjadi kebiasaan.
Kurang lebih begini isi pesan tersebut:
“Des gue cape gue ga tau mau ngapain lagi gue pusing gue harus gimana dia sama sekali ga peka ga perhatian sedangkan gue selalu peduliin dia ngawatirin dia.”
Seketika, kepala saya terasa pening. Rasanya lelah sekali membaca kalimat pesan itu. Lima menit kemudian, saya balas dengan tiga kata:
“Kamu butuh jeda.”
Saya paham, untuk beberapa hal, khususnya saat menjalankan hubungan, perpisahan memang menyakitkan. Akan tetapi, terkadang itu diperlukan untuk memberi ruang istirahat bagi diri yang sudah kelelahan.
Sama halnya dalam menjalankan hubungan, dalam menulis pesan pun kita perlu memberi tanda jeda. Tidak semua orang yang membaca pesan kita memiliki kekuatan napas yang tak terhingga. Tanda jeda diperlukan agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan mudah.
Kapan kita perlu memberi tanda jeda?
Tanda jeda dalam menulis pesan dikenal dengan tanda baca koma (,). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) mendefinisikan koma sebagai ‘tanda baca (,) yang dipakai untuk memisahkan unsur dalam suatu perincian, memisahkan nama orang dari gelar akademik yang mengiringinya, memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimat, mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi dalam kalimat, dan sebagainya’.
Lantas, kapan tanda koma diperlukan?
Pertama, tanda koma diperlukan saat kita ingin memisahkan unsur perincian yang berjumlah lebih dari dua. Contohnya: Kamu baik, penuh perhatian, dan lembut. Unsur perincian dalam contoh kalimat tersebut terdiri atas tiga, yaitu baik, perhatian, dan lembut.
Kedua, tanda koma diperlukan saat kita menggunakan kata hubung koordinatif yang bersifat pertentangan, seperti “tetapi”, “melainkan”, dan “sedangkan”. Contohnya: Saya mencintai kamu, tetapi kamu tidak. Meski pesan yang kita sampaikan mengandung kesedihan, mohon jangan lupakan bahwa tanda koma perlu diberikan sebelum kata hubung koordinatif pertentangan.
Ketiga, tanda koma diperlukan saat kita menulis anak kalimat yang berada di depan anak kalimat. Contohnya: Kalau kamu marah, saya sedih. Jika tidak ingin menggunakan tanda koma, kalimat tersebut bisa diubah menjadi Saya sedih kalau kamu marah.
Keempat, tanda koma diperlukan saat kita ingin memisahkan konjungsi antarkalimat. Contohnya: Seharian ini kamu tidak membalas pesanku dan tidak mengangkat teleponku. Jadi, wajar saja jika aku khawatir. Pada contoh itu, “jadi” merupakan konjungsi antarkalimat.
Kelima, tanda koma dapat ditambahkan saat kita ingin memisahkan keterangan pada awal kalimat. Contohnya: Atas kepedulianmu, saya ucapkan terima kasih. Pemberian tanda koma setelah keterangan yang terletak pada awal kalimat ini tidak selalu diperlukan.
Keenam tanda koma diperlukan saat kita ingin memberi keterangan tambahan. Contohnya: Aku tidak suka dibanding-bandingkan dengan Tini, mantanmu.
Ketujuh, tanda koma diperlukan saat kita ingin memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Contohnya: “Kita harus berbagi dalam hidup ini,” kata nenek saya, “karena manusia adalah makhluk sosial.”
Kedelapan, tanda koma dipakai saat kita ingin memisahkan kata seru dan kata sapaan dari bagian lain dalam kalimat. Contohnya: Selamat pagi, Yang.
Kesembilan, tanda koma dipakai saat kita menuliskan nama dan alamat, bagian alamat, serta tempat dan tanggal. Contohnya: Kecamatan Impian, Kabupaten Harapan, Provinsi Khayalan.
Kesepuluh, tanda koma dipakai saat kita menuliskan nama orang beserta dengan singkatan gelar yang mengikutinya. Contohnya: Ny. Ani M.S., S.H., M.H.
Terakhir, tanda koma dipakai saat kita menuliskan angka desimal. Contohnya: Berat badanku naik 1,3 kg menjadi 47,3 kg.
Alat Bantu Memahami Tanda Koma
Tanda koma merupakan salah satu aspek ejaan yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Menariknya, ejaan ini pun menjadi salah satu topik kelas daring Narabahasa dengan judul lengkap KDNB Penulisan Ejaan. Kelas tersebut merupakan bagian dari rangkaian seri gramatika bahasa Indonesia, selain kelas daring bertopik wacana dan paragraf, kalimat, serta kata dan istilah. Informasi lebih lengkap mengenai kelas daring Narabahasa dapat dilihat melalui Sinara.
Kalau kesulitan memahami penggunaan tanda jeda dalam tulisan bisa diatasi dengan membuka PUEBI atau mengikuti kelas daring Narabahasa, lantas bagaimana dengan penerapan tanda jeda dalam sebuah hubungan? Tidak perlu dijawab. Saya paham rasanya. Sulit.
Salam,
Dessy Irawan