Tabik.
Pernahkah terpikirkan oleh Kerabat Nara tentang cara orang Belanda dan Jepang dalam mempelajari bahasa Melayu pada zaman dahulu? Lantas, seperti apa bahasa yang dipakai dalam Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda? Bukankah, sebelum ikrar itu tercipta, bahasa Indonesia belum ada?
Berbagai pertanyaan kebahasaan akan terus muncul ketika kita mencoba berwisata masa lalu. Bahkan, ketika jawaban dari dua pertanyaan di atas ditemukan, kita masih berkemungkinan menjumpai bahan lain untuk berlewah pikir. Misalnya, saat memperhatikan perkembangan tata bahasa, kepala kita menelurkan pertanyaan, “Kira-kira, pembedaan di yang dipisah dan di- yang dirangkai itu mulai kapan, sih?”
Wisata masa lalu biasanya disertai dengan kunjungan ke masa depan. Kita berandai-andai tentang banyak hal. Kemudian, mungkin tanpa sadar, kita bertanya-tanya, “Bagaimana, sih, posisi bahasa Indonesia pada masa yang akan datang? Apakah bahasa Indonesia bisa bertahan?”
Ledakan pertanyaan seperti itu benar-benar membutuhkan jawaban–yang tidak sanggup kita cari sendiri. Nah, oleh karena itu, Narabahasa menghadirkan “Mesin Waktu Bahasa Indonesia” malam ini pukul 19.00–21.00 WIB. Mata acara terakhir dari Festival Tapak Tilas itu akan dihadiri oleh dua narasumber cakap, yakni Pak Maryanto (pengawas bahasa dan sastra serta pemerhati politik bahasa) dan Pak Djoko Saryono (penulis dan Guru Besar Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang).
Kerabat Nara mau bergabung? Kunjungi YouTube Narabahasa atau klik tulisan ini, ya. Sampai jumpa nanti malam!
Salam takzim,
Thesa Nurmanarina
Sekretaris Direktur dan Spesialis Hubungan Masyarakat