Di Space X (dulu Twitter), Kinara kembali dilaksanakan untuk yang ke-42 kalinya pada Minggu, 23 Februari 2025. Program ini telah dikonsep untuk mendatangkan penulis fiksi dan nonfiksi secara bergantian pada setiap episodenya. Posisi narasumber kali ini diisi oleh Martin Suryajaya yang merupakan seorang penulis, filsuf, dan dosen di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Pak Martin telah menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Kinara episode ke-42 ini dirancang untuk sekaligus membahas buku Pak Martin yang baru saja terbit, yaitu Nihilisme: Derrida dan Masalah Metafisika. Uda Ivan Lanin sebagai pemantik bertanya mengenai latar belakang penulis. Dari jawaban yang dituturkan mengenai genre tulisan, Pak Martin mengakui bahwa dirinya menulis fiksi dan nonfiksi berdasarkan kebutuhan. Baginya, nonfiksi dibutuhkan saat dirinya ingin menjelaskan suatu ide yang berasal dari riset untuk disampaikan kepada publik. Sementara itu, fiksi dibutuhkan saat dirinya ingin menyampaikan ide yang emosional. Dalam fiksi, penulis dapat mengeksplor beraneka sudut pandang secara personal.
Buku fiksi pertamanya adalah Kiat Sukses Hancur Lebur (2016). Pak Martin menuturkan bahwa buku ini dilatarbelakangi oleh pengalamannya bekerja di sebuah lembaga pemerintahan. Novel ini juga mengangkat fenomena masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai hal-hal yang bersifat praktis. Meski berbentuk fiksi, ide-ide di dalam buku-buku Pak Martin tetap dibedah dengan “pisau” bedah filsafat.
Buku nonfiksi pertamanya diterbitkan saat beliau masih kuliah, yaitu pada 2009. Imanensi dan Transendensi merupakan proyek semesteran yang berhasil diterbitkan menjadi buku. Buku-buku nonfiksinya yang telah terbit memang sebagian besar ditulis pada saat kuliah. Pak Martin menyebutkan bahwa dirinya memiliki kebiasaan untuk menentukan topik riset yang akan ditulis dalam satu semester. Hasil proyek menulisnya selama kuliah itulah yang diterbitkan menjadi buku.
Alih-alih membahas lebih banyak mengenai buku barunya, narasumber dan pemantik justru larut dalam pembahasan proses dan kebiasaan menulis. Fakta unik dari buku Nihilisme: Derrida dan Masalah Metafisika adalah bahwa draf buku ini merupakan salah satu proyek menulis Pak Martin saat menjadi mahasiswa.
Sebagai pernyataan penutup, Pak Martin menyampaikan bahwa menulis itu hanya bisa dilakukan kalau kita membaca. Dirinya mengibaratkan bahwa menulis tanpa membaca itu seperti menyirami tanaman tetapi airnya tidak ada. Baginya, membaca adalah hal sangat penting dan merupakan bagian integral dari menulis. Pak Martin menuturkan bahwa membaca yang ia maksud bukan hanya secara harfiah membaca buku, tetapi juga “membaca” pameran, film, dan produk-produk budaya yang ada di sekitar kita. Dengan “membaca” situasi dan merenungkannya, seseorang akan bertemu dengan satu ide yang membimbingnya untuk menulis. Menurutnya, menulis adalah konsekuensi lanjutan dari membaca.
Perbincangan seru Uda Ivan dan Pak Martin ini dapat Kerabat Nara dengarkan secara lengkap di akun X @narabahasa. Jangan lupa untuk terus mengikuti program-program Narabahasa berikutnya.
Penulis: Nunung Asmawati
Penyunting: Rifka Az-zahra