Sebelumnya kita sudah mengenal perbedaan frasa dan klausa. Kali ini, mari mengenal dua jenis frasa yang sering diperbincangkan oleh para ahli bahasa.

Frasa Endosentris

Menurut Ramlan (1987), frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua maupun salah satu darinya, adalah frasa endosentris. Dalam Kamus Linguistik (2009), Kridalaksana mendefinisikan distribusi sebagai semua posisi yang diduduki oleh unsur bahasa. Singkat kata, frasa endosentris memiliki unsur-unsur yang berkedudukan setara. Perhatikan contoh berikut ini.

Dua orang siswa sedang belajar matematika di perpustakaan.

Pada kalimat tersebut, dua orang siswa tergolong ke dalam frasa endosentris. Unsur dua orang dan unsur siswa memiliki distribusi yang sama. Maka dari itu, bukan masalah jika salah satu dari dua unsur tersebut dihilangkan karena keduanya dapat saling menggantikan.

  1. Dua orang sedang belajar matematika di perpustakaan.
  2. Siswa sedang belajar matematika di perpustakaan.

Terdapat tiga jenis frasa endosentris. Jenis yang pertama adalah frasa endosentris koordinatif, yakni frasa yang memiliki potensi untuk dihubungkan dengan konjungsi koordinatif seperti dan, atau, atau baik … maupun. Contoh frasa seperti ini dapat kita jumpai pada bapak ibu (bapak dan ibu), tua muda (tua atau muda), atau siang malam (siang dan/atau malam)

Jenis yang kedua adalah frasa endosentris subordinatif. Meskipun memiliki kedudukan unsur yang setara, frasa ini tidak tersusun atas unsur-unsur yang setara sehingga tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi. Contohnya adalah agak kaku, sangat cepat, dan lebih muda. Dapat dikatakan, kata pertama pada tiga contoh tersebut merupakan unsur pewatas sedangkan kata kedua merupakan unsur inti atau hulu. Perlu diketahui, dalam pemaparan Ramlan, frasa endosentris subordinatif disebut sebagai frasa endosentris atributif. Sebaliknya, dalam pemaparan Chaer, frasa ini dinamai sebagai frasa modifikatif.

Jenis yang ketiga adalah frasa endosentris apositif. Frasa ini memiliki sifat yang berbeda dengan endosentris koordinatif dan subordinatif. Frasa endosentris apositif menggunakan aposisi untuk menandakan dua unsur pusat yang saling merujuk. Simak contoh di bawah ini.

  1. Adi, anak Bu Ida, sedang belajar matematika.
  2. Bahasaku, Bahasa Indonesia.
  3. Dia menulis surat untuk Arin, pacarnya.

Frasa Eksosentris

Beda halnya dengan frasa endosentris, frasa eksosentris tidak memiliki distribusi unsur yang setara. Satu unsur tidak dapat menggantikan unsur lainnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

  1. Dua orang sedang belajar matematika di perpustakaan.
  2. *Dua orang sedang belajar matematika di.
  3. *Dua orang sedang belajar matematika perpustakaan.

Di perpustakaan memiliki dua unsur yakni di dan perpustakaan. Sebagai frasa preposisional, keduanya tidak memiliki distribusi yang paralel dan tidak dapat saling menggantikan. Coba perhatikan kalimat kedua dan ketiga. Ketika salah satu unsur dihilangkan, kalimat tersebut menjadi rumpang. 

Perlu diketahui, frasa preposisional disebut juga sebagai frasa eksosentris direktif. Kebalikannya, frasa eksosentris nondirektif merupakan frasa yang tidak memiliki perangkai berupa preposisi, seperti artikula atau kata lainnya. Contohnya adalah sang kancil, para pelopor, dan yang paling besar.

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin

Rujukan:

  • Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
  • Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
  • Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. “Karyono”.
  • Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2014. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat. Jakarta.

Kerabat Nara dapat membaca artikel sebelumnya mengenai frasa dan klausa: https://narabahasa.id/rubrik-bahasa/frasa-dan-klausa