Kerabat Nara mungkin pernah mendengar seseorang mengatakan Tolong acaranya dibuat semenarik mungkin, ya. Saya sering sekali mendengar kata semenarik. Sebetulnya, dapatkah se- melekat pada kata yang sudah mendapatkan imbuhan awal seperti menarik? Atau penulisannya adalah se-menarik? Nah, mari kita bedah fungsi se– dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa kita, se- adalah bentuk terikat dengan beragam fungsi. Harimurti Kridalaksana (2010) menggolongkan se- sebagai imbuhan awal (prefiks). Awalan se- dapat membentuk nomina, seperti pada kata seantero, sebelah, selama, dan sepanjang. Di situ, se- berperan sebagai bentuk terikat numeralia.
Selain itu, se- juga bisa membentuk verba taktransitif. Contohnya adalah sedatang, setiba, sesampai, sepulang, sekembali, juga setamat. Ada juga kata setahu, seingat, dan semau.
Tidak berhenti di situ, se- adalah pengonstruksi adverbia yang diikuti dengan sufiks, seperti sebaiknya, secepatnya, dan seharusnya. Adverbia berupa pengulangan kata dasar pun diawali dengan se-, misalnya sejauh-jauh, setinggi-tinggi, dan sepandai-pandai.
Terlebih, se- berperan pula pada pembentukan adjektiva. Ditilik dari pertarafannya, adjektiva tergolong berdasarkan tingkat kualitas dan pembandingan. Bentuk se- dapat ditemukan dalam golongan yang kedua. Coba perhatikan kalimat berikut.
- Adi setampan bapaknya.
- Tabunganku tidak sebanyak rinduku kepadamu.
Ada pula adjektiva yang terbentuk dari verba berkat penambahan imbuhan se-, yakni semerbak. Akar kata tersebut, menurut Moeliono dkk. (2017), adalah serbak.
Yang terakhir, se- kita gunakan pula sebagai pembentuk konjungsi. Kerabat Nara pasti sudah tidak asing lagi dengan setelah, sesudah, sementara, sebagai, sebagaimana, dan sehingga.
Luar biasa, bukan? Se- seperti bisa melekat pada kata apa saja. Bahkan, mungkin secara tidak sadar kita sering menempatkan se- semaunya. Contoh-contoh di atas menampilkan pelekatan se- dengan kata atau bentuk dasar. Kembali pada pertanyaan awal, apakah se- dapat menempel pada kata yang sudah memiliki imbuhan awal seperti semenarik?
Saya mencoba membandingkan se- dengan pasca-. Keduanya merupakan bentuk terikat. Dalam satu tulisannya, Kurnia J.R. menyatakan bahwa pasca- sebaiknya tidak dilekatkan pada komposisi frasa. Dengan kata lain, Kurnia menyarankan kita untuk menghindari penulisan pascameletusnya. Apakah hal ini berlaku juga untuk penggunaan se-? Apakah penulis semenarik perlu kita hindari?
Saya mampu berhipotesis saja. Pasca- adalah proleksem, yakni satuan yang memiliki makna leksikal, tetapi tidak dapat berdiri sendirian. Sebaliknya, se- tidak memiliki makna leksikal. Satuan se- hanya memiliki makna gramatikal ketika menempel dengan bentuk lainnya.
Maka dari itu, se- tergolong sebagai afiks, bukan proleksem; bukan juga klitik. Dengan begitu, menurut saya, semenarik dapat dituliskan, sebagaimana Moeliono dkk. (2017) menuliskan kata seberbahaya dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Rujukan:
- J.R., Kurnia. 2006. “Pasca”. Dalam Koran Tempo. Diakses pada 26 November 2022.
- Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin