Pada akhir pekan lalu, saya bertemu dengan Harrits, Joice, dan Brita. Mereka rekan saya di Narabahasa. Kala itu kami berbincang mengenai pendakian gunung. Entah bagaimana kalimat persisnya, Harrits berceletuk, “Di beberapa kaki gunung di Indonesia, ada rombong bakso yang jualan.”

Saya sedikit banyak tahu, Harrits beberapa kali memang memotret panorama alam dan mengunggahnya pada Instagram. Mungkin, mendaki gunung juga merupakan salah satu hobinya. Namun, menyoal rombong bakso, saya tidak tahu apa pun.

Joice mengerutkan dahinya, “Apaan, tuh, rombong bakso?”

Harrits lalu menjelaskan, “Itu, lo, penjual bakso yang naik motor. Lemarinya ditaro di jok belakang. Kalo di Malang, nyebutnya rombong bakso.”

Brita menyahut, “Lemari? Etalase maksud Mas Harrits?”

Perbincangan menjadi seru. Saya paham maksud Harrits. Masalahnya, saya jadi bertanya-tanya, mengapa namanya rombong bakso?

Waktu itu kami bertemu di rumah Uda Ivan. Beliau sedang bekerja di ruangannya, sedangkan kami bercokol di beranda. Ketika melihat Uda menghampiri kami, sontak Harrits bertanya kepada beliau mengenai rombong bakso ini. Uda Ivan menyarankan kami untuk membuka kamus. “Coba lihat dulu. Siapa tahu, rombong bukan prakategorial sehingga bisa berdiri sendiri,” katanya kurang lebih.

Sebagai informasi, prakategorial menaungi kata-kata yang tidak bisa berdiri sendiri tanpa imbuhan. Kata juang, contohnya, hanya dapat kita gunakan dalam kalimat pada karya nonfiksi, kecuali jika diubah menjadi pejuang, perjuangan, memperjuangkan, berjuang, dan sebagainya.

Benar saja, rombong bukan prakategorial sehingga ia bisa berdiri sendiri. Kita mungkin sering mendengar kata rombongan. Kata tersebut bermakna ‘sekumpulan orang (yang bersama-sama bekerja, bepergian)’ atau ‘sekelompok (orang)’. Namun, ketika sufiks -an pada kata itu dihilangkan, maknanya adalah ‘bakul besar yang bertutup, terutama yang dibuat dari daun mengkuang (untuk tempat padi)’. Tidak ada unsur ‘manusia berkumpul’ di sana. Terlebih, rombong dapat mengartikan ‘gerobak dorong untuk berjualan pedagang kaki lima’. Menarik sekali.

Jadi, dapatkah kita menggunakan rombong bakso? Saya pikir, rombong bakso bisa berujung pada pemaknaan yang keliru karena kata rombong turut mengartikan ‘gerobak dorong’. Barangkali yang dapat dipakai adalah motor rombong bakso. Coba saja tik frasa nominal tersebut di Google. Niscaya muncul apa yang kami perbincangkan pada sore itu.

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin