
Tentang Prakategorial
Ketika mencari arti kata juang dalam KBBI V, kita akan disarankan untuk mencari berjuang, dijuang, keberjuangan, kepejuangan, memperjuangkan, pejuang, dan perjuangan. Tujuh kata tersebut tergolong ke dalam kata turunan atau merupakan hasil afiksasi dari bentuk dasar juang. Mengapa demikian? Untuk dapat menjawabnya, kita perlu membuka buku-buku morfologi dan mendalami perkara morfem.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Ada morfem bebas, yakni morfem yang dapat berdiri sendiri dan dapat digunakan dalam ujaran tanpa harus berdampingan dengan bentuk lain. Contohnya adalah pulang dan pergi. Sementara itu, ada pula morfem terikat, yakni morfem yang harus bergabung dengan bentuk lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Contoh paling mudah untuk menggambarkan morfem terikat adalah afiks. Ber-, me-, dan pe–an, misalnya. Ketiga afiks tersebut harus menempel pada bentuk dasar untuk membentuk makna tertentu.
Di luar itu, ternyata, morfem terikat juga berwujud dalam morfem dasar, seperti juang. Jika diingat-ingat, saya sendiri tidak pernah menggunakan bentuk dasar juang dalam ujaran. Morfem tersebut harus mengalami afiksasi sehingga membuahkan perjuangan atau berjuang. Juang juga dapat digunakan ketika ia berdampingan dengan morfem lain, seperti daya, sehingga membentuk daya juang. Oleh karena itu, dengan mengetahui bahwa bentuk dasar ini baru memiliki kelas kata dan arti jika ia mendapatkan imbuhan atau berdampingan dengan bentuk lain, juang tergolong ke dalam morfem dasar terikat atau prakategorial.
Afiksasi pada morfem terikat pun kita temui pula pada kata baur dan henti. Kita cenderung menggunakan membaur, berhenti, terhenti, atau menghentikan. Di dalam kamus, baur dan henti memang tidak memiliki ciri prakategorial. Namun, saya rasa keduanya tetap tergolong ke dalam prakategorial karena ketika ingin menggunakan mereka, saya harus membubuhkan imbuhan.
Selain itu, bentuk seperti pra-, pasca-, dan catur- juga tergolong ke dalam morfem terikat. Bentuk-bentuk yang oleh Kridalaksana (2010) disebut dengan proleksem itu tidak dapat digolongkan sebagai afiks. Proleksem memiliki makna leksikal, sedangkan afiks memiliki makna gramatikal.
Berarti sekarang kita telah mengetahui bahwa imbuhan, proleksem, dan beberapa bentuk dasar tergolong ke dalam morfem terikat. Lalu, bagaimana dengan klitik? Apakah klitik, seperti ku-, -ku, atau -mu, termasuk ke dalam morfem terikat?
Dalam Linguistik Umum (2007) dan Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses) (2008), Chaer mengemukakan bahwa klitik adalah morfem dengan status yang sukar untuk ditentukan. Pada satu sisi, klitik memang bentuk terikat. Namun, secara makna, klitik juga dapat dipisahkan. Contohnya adalah perjuanganmu dan perjuangan kamu. Agaknya, klitik memiliki status ganda, bergantung pada pemakaiannya.
Rujukan:
- Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
- __________. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
- Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Juang. 2016. Pada KBBI V Daring. Diambil pada 18 Maret 2021, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/juang.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin
Bagaimana tanggapan Kerabat Nara?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Artikel & Berita Terbaru
- Keterampilan yang Dibutuhkan Penulis Wara
- Empat Unsur Gramatika sebagai Kunci Kemampuan Menata Tulisan
- Bahan Pertimbangan sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal
- Bjir dan Bjrot
- Penulisan Infografik yang Mencakup Semua Hal
- Berbahasa Indonesia, Sulit atau Mudah?
- Pola Frasa dalam Bahasa Kita
- Kelas Perdana Penulisan Skenario dalam Produksi Video
- Penulisan Mikrokopi UX yang Ramah Pengguna
- Kiat Penyusunan Dokumen untuk Konsultan Proxsis
- Penyunting yang Tak Sama dengan Penguji Baca
- Mengenal Penulisan Artikel dan Esai Lebih Dalam