Titik Terang dalam Kegelapan
Akhir-akhir ini perasaan saya tidak tenang ketika membuka media sosial. Bagaimana tidak, hampir setiap hari saya mendapat berita duka dari orang-orang terdekat. Tidak hanya itu, masjid di dekat rumah saya juga lebih sering mengumumkan berita duka daripada biasanya. Ketika akhirnya pemerintah resmi memulai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli 2021 lalu, saya percaya bahwa Indonesia makin tidak baik-baik saja.
Sudah lebih dari satu tahun Indonesia terkena dampak pandemi Covid-19. Hari demi hari saya renungi hingga akhirnya saya sadar bahwa banyak aktivitas yang berubah. Saya yakin Kerabat Nara juga merasakan hal yang serupa. Dahulu, makan beramai-ramai di suatu tempat bukanlah suatu hal yang perlu dikhawatirkan. Semua orang bebas berkumpul dan bercengkerama sambil melihat wajah satu sama lain tanpa dihalangi oleh masker. Kini, kita hanya bisa menatap mata satu sama lain, berusaha menebak-nebak ekspresi yang mereka tunjukkan di balik masker itu.
Libur panjang pun tak lagi sama. Sebelum pandemi, saya selalu menantikan libur panjang yang ada pada bulan Juni dan Desember. Pada waktu itu, saya bisa berlibur dengan keluarga besar. Biasanya kami berkunjung ke berbagai tempat wisata dan rumah sanak saudara di kota lain. Suasana hiruk di bandara dan suara logam beradu pada rel kereta api pun ternyata menjadi hal yang cukup saya rindukan ketika pandemi ini.
Namun, pada saat yang genting seperti ini, tanpa mengabaikan empati, saya menemukan sebuah titik terang ketika mencari informasi seputar bahasa Indonesia. Ternyata bahasa kita memiliki kata-kata yang unik dan indah. Beberapa di antaranya adalah cenderasa yang bermakna ‘pedang yang sakti’, rembunai yang bermakna ‘sedang (besarnya atau tingginya)’, dan mayangda yang bermakna ‘dunia’. Indah sekali, bukan?
Saya juga menemukan informasi bahwa makin banyak negara asing yang memasukkan bahasa Indonesia sebagai materi pelajaran di sekolah, seperti Australia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Di sisi lain, bahasa Indonesia juga ternyata banyak menyerap kata-kata asing. Hal itu membuktikan bahwa bahasa Indonesia begitu adaptif.
Kabar baik tersebut menjadi pelipur saya dalam menghadapi pandemi. Saya yakin di luar sana masih ada kabar baik lain yang bisa dibagikan untuk menjaga kewarasan diri kita. Dalam situasi seperti ini, kabar baik bisa menjadi pelipur karena kesehatan diri tidak hanya perihal jasmaniah.
Menurut Kerabat Nara, kabar baik apa lagi yang bisa kita bagikan?
Daftar Tag:
Artikel & Berita Terbaru
- Bagaimana Anak Memperoleh Keterampilan Berbahasa?
- Menelisik Peran Nama pada Tempat melalui Kajian Toponimi
- Nilai Religius Ungkapan Kematian
- Ngapain?
- Nasib Jurnalisme Investigasi dalam RUU Penyiaran
- Aman Aja
- WIKOM BPOM 2024 bersama Narabahasa
- Bimbingan Teknis Mahkamah Agung bersama Narabahasa
- Tapak Tilas Menulis Horor bersama Diosetta
- Tabah bersama Uni Salsa,Terbaik V Putri Duta Bahasa 2023
- Korespondensi dan Wicara Publik bersama BPK RI
- Bimbingan Teknis Polda Metro Jaya bersama Narabahasa