Pernahkah Kerabat Nara merasa pening usai membaca sesuatu? Saya duga jawabannya pernah ketika yang Kerabat Nara baca ialah pesan tanda berakhirnya sebuah hubungan. Hari kemarin saya merasakan hal serupa, tetapi bukan karena membaca sebuah pesan pemutusan hubungan. Saya mendapat tugas untuk mengedit sebuah naskah. Nahasnya, sebagian besar naskah tersebut mengandung kesalahan berbahasa yang berada pada tataran kalimat. Jika masih berupa kesalahan ejaan dan kata, mungkin saya tidak akan merasa pening sampai-sampai harus menelan obat pereda sakit kepala. 

Nah, pada nawala ini, saya bertekad membagikan lima syarat keefektifan kalimat yang perlu Kerabat Nara perhatikan saat menyusun sebuah wacana. Uraian lebih mendetail sebenarnya bisa Kerabat Nara dapatkan dalam kelas daring praktis Nara yang ke-17 bertopik Kiat Merangkai Kalimat

Syarat pertama adalah kelugasan. Kalimat yang lugas berarti mengandung informasi yang sederhana dan tidak berbelit-belit. Perhatikan contoh kalimat yang melanggar syarat kelugasan berikut ini: Hal tersebut tentu saja sudah pasti memang menjadi penyebab pertambahan kasus korona di Indonesia. Coba hilangkan bagian yang diberi huruf tebal. Lebih sederhana, bukan? 

Syarat kedua adalah ketepatan. Kalimat yang tepat berarti mengandung makna yang sesuai dengan sasaran dan tidak ambigu. Berikut ini contoh kalimat yang umum kita temui menjelang peringatan hari ulang tahun Indonesia: Selamat ulang tahun RI yang ke-75. Sejak kapan republik kita berjumlah 75? Lalu, perhatikan contoh lain yang melanggar syarat ketepatan berikut ini: Ponsel pacar saya yang baru mahal harganya. Pacar saya yang baru atau ponselnya? Pacar saya yang mahal harganya atau ponselnya? Alangkah lebih tepat jika kalimat di atas diubah menjadi Ponsel baru pacar saya mahal harganya, kecuali jika memang benar yang baru adalah pacarnya, ya. 

Syarat ketiga adalah kejelasan. Duh, manusia mana yang tidak mendambakan kejelasan? Kalimat yang jelas berarti mengandung unsur yang lengkap. Perhatikan dua contoh kalimat yang melanggar syarat kejelasan berikut:

  • Laki-laki yang ganteng itu. 
  • Untuk program itu membutuhkan biaya yang besar.

Pada contoh pertama, tentu Kerabat Nara bertanya: Terus kenapa laki-laki yang ganteng itu? Kalimat tersebut menjadi tidak jelas karena tidak ada predikat. Lalu, pada contoh kedua, ketidakjelasan kalimat disebabkan oleh ketiadaan subjek. Subjek menjadi kabur akibat keberadaan kata hubung untuk

Syarat keempat adalah kehematan. Untuk memenuhi syarat keempat ini, kita perlu memperhatikan pemilihan kata yang tidak boros. Perhatikan tiga contoh berikut:

  • Presentasi dapat dipresentasikan dalam waktu sepuluh menit.
  • Jika kamu sakit, maka saya sedih.
  • Ada banyak orang-orang mengantre di gerai McDonald’s.

Kurang unsur tidak baik, lewah unsur pun tidak baik. Tiga contoh di atas menunjukkan variasi kelewahan yang kerap muncul dalam tulisan. Contoh pertama menunjukkan kata dasar yang sama muncul dua kali, contoh kedua menunjukkan kelewahan konjungsi jika dan maka, sedangkan contoh ketiga menunjukkan kelewahan bentuk jamak. 

Syarat kelima adalah kesejajaran. Kalimat yang sejajar adalah kalimat yang mengandung bentuk dan struktur yang sama atau sederajat. Perhatikan contoh pelanggaran syarat kesejajaran berikut. Tulisan ini dibuat oleh Dessy Irawan dan Narabahasa yang menerbitkannyaBandingkan dengan perbaikan berikut. Tulisan ini dibuat oleh Dessy Irawan dan diterbitkan oleh Narabahasa. Lebih sejajar, bukan? 

Kelima syarat keefektifan kalimat di atas niscaya dapat menjadi modal bagi Kerabat Nara dalam menulis. Jika modal tersebut selalu digunakan, Kerabat Nara pun dapat berpartisipasi terhadap penurunan angka penjualan obat sakit kepala. Mari, ringankan beban editor. Atau, setidaknya, jika modal tersebut selalu digunakan, tidak akan ada lagi ekspresi-ekspresi seperti berikut. 

 

   

Salam,

Dessy Irawan