Kemarahan, Tanda Baca, dan Hal-Hal Lain

oleh Narabahasa

Tabik,

Pertama-tama, maaf karena nawala ini terlambat. Beberapa hari belakangan, suasana hati saya sedang buruk karena ada banyak kejadian yang membuat saya marah. Salah satunya, orang-orang yang menganggap COVID-19 tidak seberbahaya itu. Dengan melihat jumlah kasus positif yang kian hari kian bertambah, rasanya menjadi bebal tidak akan membantu apa-apa.

Semoga Kerabat Nara masih menjalankan protokol kesehatan dan sehat jiwa raga, ya.

Omong-omong soal kemarahan, saya terkenal sering ‘marah-marah’ di media sosial. Tenang, saya selalu berusaha menyampaikan maksud saya dengan santun, sambil menyelipkan konten edukatif di sana-sini. Saya rasa, waktu yang saya habiskan di media sosial akan jauh lebih produktif dan berdampak kalau saya juga memproduksi konten-konten baik dari segala kemarahan dan keresahan ini. Marah saja tidak akan membuat dunia lebih baik, malahan, kita jadi cepat lelah.

Kalau Kerabat Nara juga ingin belajar membuat konten di media sosial, akhir pekan ini Narabahasa akan memulai KDNB musim ke-6 dengan kelas Penulisan Konten di Media Sosial. Ivan Lanin (panutan saya dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan kebahasaan) akan menjadi fasilitatornya. Siapa tahu Kerabat Nara tertarik untuk ikut.

Titik, Tanda Kemarahan?

Oh, ya. Bicara soal kemarahan, saya jadi teringat satu skenario yang umum terjadi di kehidupan saya. Kira-kira begini:

*Dalam suatu aplikasi berkirim pesan*

Kenalan baru : Lo marah ya sama gue?

Saya             : Hah? Enggak, kok. Kenapa?

Kenalan baru : Abis, chat-nya pakai tanda titik semua

Saya kerap dihadapkan dengan situasi tersebut sejak duduk di bangku SMP. Ketertarikan saya pada dunia kepenulisan dan gemblengan pemimpin redaksi majalah sekolah tempat saya ‘bekerja’ membuat saya terbiasa membubuhkan tanda titik di akhir setiap kalimat (tentunya, bergantian dengan tanda baca lain).

Setiap kali ditanya begitu, saya selalu berpikir, “Apa iya, saya terlalu kaku? Tidak marah saja, sering dikira marah.” Namun, seiring dengan berjalannya waktu, pertanyaan tersebut semakin jarang saya jumpai. Kemungkinan besar karena orang-orang sudah terbiasa dengan gaya mengetik saya yang katanya formal banget.

Saya pernah dengar bahwa dalam teks sebenarnya tak ada emosi. Mau TEKSNYA DITULIS DALAM HURUF KAPITAL SEMUA sekalipun, ia tak membawa emosi apa-apa. Perasaan yang muncul ketika membaca suatu teks adalah hasil interpretasi kita pribadi. Maka dari itu, teks rentan sekali disalahinterpretasikan.

Untuk meminimalisasi salah paham, kini saya sedang membiasakan diri untuk menggunakan emoji di akhir pesan yang saya kirim. Saya rasa, hal tersebut cukup membantu meskipun salah paham kadang tetap saja terjadi. Untuk banyak hal, pertemuan tatap muka memanglah superior. Apalagi ketika berhubungan dengan rindu.

Wajah Baru KDNB

Omong-omong soal rindu, apakah Kerabat Nara sudah rindu dengan kehadiran KDNB? Setelah musim kelima KDNB berakhir pada akhir pekan lalu, Tim Narabahasa mengambil jeda untuk mengevaluasi dan mempersiapkan diri menyambut musim baru. KDNB akan kembali pada 1 Agustus mendatang. Tentunya, dengan banyak kejutan baru.

Salah satu kejutan yang paling saya suka ialah hadirnya kelas Pembuatan Infografik yang difasilitasi Adieb Haryadi, Direktur Informasi Awrago, yang telah berpengalaman membuat berbagai macam konten kreatif untuk berbagai instansi. Materi kelas ini mengingatkan saya pada mata kuliah Grafik dan Desain Berita yang saya lalui dua semester lalu. Saya harap, Kerabat Nara pun suka dengan materi yang disajikan nanti.

Oh, ya. Pada KDNB musim ke-6, tim Narabahasa juga menambah ragam fasilitas yang akan didapatkan jika mengikuti kelas. Ada diktat materi yang dapat dipelajari kembali setelah kelas, dan ada juga rekaman video yang dapat diputar apabila merindukan suasana dalam kelas. Semoga kedua fasilitas tersebut membantu untuk lebih memahami materi yang disampaikan, ya!

Sudah tak sabar? Kerabat Nara bisa mendaftarkan diri dan memilih kelas yang diinginkan melalui tautan ini. Saya tunggu kehadiran di kelas untuk belajar bersama!

Salam takzim,

 Charlenne Kayla Roeslie

Spesialis Digital Narabahasa

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar