Kita bisa lihat, lembab dan lembap adalah dua kata dengan akhiran fonem yang berbeda, [b] dan [p]. Dalam ragam tulisan, tentu kita sebaiknya merujuk pada kata yang baku, yaitu lembap yang berarti ‘mengandung air (tentang hawa dan sebagainya); tidak kering benar (tentang tembakau dan sebagainya)’ atau ‘tidak nyaring bunyinya (seperti gendang yang kendur)’. Namun, dalam ragam lisan, pelafalan akhiran [b] dan [p] ini sukar untuk dibedakan sehingga kriteria baku atau nonbaku tidak dapat digunakan.
Secara fonologis, terdapat perbedaan fonem akibat distribusi letak pada lembab dan lembap. Perbedaan distribusi letak ini menimbulkan netralisasi atau hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Hal ini barangkali tidak dapat dilepaskan dari karakteristik distribusi fonem konsonan [b]. Chaer dalam Fonologi Bahasa Indonesia (2013: 90) memaparkan bahwa konsonan [b] pada akhir kata dapat pula berdiri sebagai fonem [p]. Kedua fonem tersebut kehilangan kontrasnya pada kata-kata tertentu.
Kita dapat menemukan kasus netralisasi lainnya pada pelafalan kata jawab dan jawap serta sebab dan sebap. Kemudian, saya rasa, netralisasi tidak hanya terjadi pada akhir suatu kata. Pada kata sabtu dan saptu, misalnya, pelafalan [b] dan [p] juga kehilangan kontrasnya. Lebih dari itu, netralisasi juga tidak terbatas pada fonem [b] dan [p]. Fonem [d] dan [t] pada pelafalan kata tekad dan tekat, contohnya, turut kehilangan kontrasnya. Selain itu, fonem [g] dan [k] juga kehilangan kontras pada pelafalan kata ojeg serta ojek.
Rujukan:
- Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
- __________. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
- Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Penulis: Yudhistira
Penyunting: Ivan Lanin