Dalam berbahasa, mendengarkan merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk diasah. Itulah sebabnya, ketika mengikuti tes kemahiran suatu bahasa, kita berjumpa dengan ujian mendengarkan. Biasanya, pengujian kecakapan dalam mendengarkan merupakan sesi pertama yang kemudian diikuti dengan tes membaca, menulis, dan berbicara.

Sesi mendengarkan dalam language acquisition (pemerolehan bahasa) atau pembelajaran bahasa menjadi bahasan yang menarik di luar sana. Flowerdew dan Miller (1996) dalam Renukadewi (2014) menyatakan bahwa sesi mendengarkan sering kali diterapkan lewat metode yang tidak efektif. Cepatnya pengucapan atau penyampaian materi dan penyertaan terminologi yang tidak umum tentu sering kita dengar dalam ruang ujian. Hal-hal tersebut kadang turut membuyarkan konsentrasi peserta ujian. Kemudian, apabila sebagian besar peserta merasa kesulitan dalam mengerjakan soal, bukan tidak mungkin suasana ruangan bakal berubah mencekam. Atmosfer yang kondusif pun sukar untuk tercipta.

Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan strategi yang matang sehingga sesi mendengarkan dapat dijalankan dengan efektif. Ada dua strategi yang bisa dipertimbangkan.

Strategi Top-down

Strategi ini berfokus pada gambaran besar dan pemaknaan umum dalam sebuah teks atau wacana. Dapat dikatakan, materi ujian yang disusun berdasarkan strategi Top-down bergantung pada pengetahuan pendengar dalam memahami topik, konteks, dan jenis teks. Pendengar diharapkan mampu untuk mengetahui ide utama, memprediksi isi, menggambarkan kesimpulan, dan meringkas materi yang disampaikan.

Menurut Adrian Tennant dalam “Listening matters: Top-down and bottom-up listening”, strategi Top-down cocok untuk diterapkan bagi mereka yang sedang menggali bahasa pertama. Kita, misalnya, sebagai warga negara Indonesia, dapat mengasah kemampuan mendengar dalam bahasa Indonesia lewat materi yang mengangkat topik-topik keseharian. Kita juga bisa mengerjakan soal mendengarkan dengan menganalisis intonasi, ekspresi, situasi, dan ciri komunikasi lainnya di Indonesia.

Strategi Bottom-up

Berbeda dengan Top-down yang bergantung pada kedekatan pendengar dengan materi, strategi Bottom-up berfokus pada teks. Di sini, peserta diminta untuk memanfaatkan kemampuan linguistik dalam mendengarkan. Dengan menyimak susunan kata, pola kalimat, dan keutuhan wacana, pendengar diharapkan mampu untuk menyimpulkan suatu wacana.

Strategi ini dinilai cocok untuk diterapkan bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing.

Dua strategi tersebut memang masih menuai pro dan kontra. Tennant menyarankan bahwa strategi Top-down dan Bottom-up dapat diterapkan dalam waktu yang bersamaan sehingga peserta mampu mengetahui kemampuannya secara komprehensif.

Mendengarkan adalah keterampilan reseptif yang sudah berkembang sejak lama dalam diri manusia. Sama halnya dengan membaca, menulis, dan berbicara, kemampuan mendengarkan juga perlu diasah. Bahkan barangkali, mendengarkan merupakan ujian seumur hidup. Ingat, dalam rangka memahami perasaan orang lain, hidup berdampingan sebagai homo homini socius, dan memanusiakan sesama, kita juga membutuhkan keterampilan dalam mendengarkan.

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Dessy Irawan

Rujukan: