Narabahasa menggelar Kelas Daring Praktis (KDP) bertajuk “Kiat Menyusun Mikrokopi UI/UX” pada Senin, 31 Januari 2022. Ivan Lanin, Direktur Utama Narabahasa, bertugas sebagai widyaiswara untuk kelas tersebut.

“Perkenalan saya dengan antarmuka pengguna atau UI itu mungkin sekitar tahun 1999. Seiring waktu berjalan, perhatian orang terhadap kemudahan penggunaan aplikasi (UX) makin meningkat,” ujar Ivan mengawali kelas.

Sesuai dengan tajuknya, KDP kali ini membahas secara terperinci hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan mikrokopi UI/UX. Adapun materi yang dibahas ialah karakteristik, penyusunan, serta aspek bahasa.

Dalam penjabaran materi karakteristik, Ivan menyebutkan, UI adalah cara pengguna dan komputer berinteraksi. Sementara itu, UX adalah keseluruhan pengalaman pengguna dalam memakai aplikasi atau situs web, khususnya pengalaman yang memudahkan dan menyenangkan.

“Pada dasarnya antarmuka pengguna (UI) digunakan untuk komputer berinteraksi dengan manusia. Seiring berjalannya waktu, orang juga memperhatikan bagaimana pengguna aplikasi nyaman memakainya. Di situlah muncul konsep pengalaman pengguna (UX),” terangnya.

Penyusunan mikrokopi UI/UX tersebut melibatkan dua komponen penting lainnya, yakni penulisan wara (copywriting) dan penulisan konten (content writing). Keduanya saling melengkapi dalam menciptakan UI/UX yang lebih baik.

“Kalau kita lihat dengan diagram Venn, UI itu bagian dari UX. Dalam perjalanannya, ternyata ada dua aspek lain yang tidak bisa dilepaskan, yaitu wara dan konten,” ujar Ivan yang juga mantan pemrogram komputer.

Selain itu, mengenali sasaran utama audiens juga tidak kalah pentingnya dalam penyusunan mikrokopi UI/UX. “Sangat bergantung pada audiens yang disasar. Yang sulit, sering kali audiens kita heterogen. Sebenarnya, yang paling mudah itu tentukan dulu siapa sasaran utamanya.”

Kemudian, Ivan menjelaskan materi penyusunan teks. Teks mikrokopi UI/UX umumnya terdiri atas tiga jenis, yaitu judul, label, dan deskripsi. Tidak hanya itu, ada pula lima aspek yang perlu diperhatikan, yakni pengelompokan, frasa dan kalimat lengkap, kelas kata, kapitalisasi, serta tanda baca.

Dari keseluruhan aspek yang dikatakan Ivan, sering kali aplikasi atau situs web tidak konsisten dalam menggunakan aspek tertentu. Dalam penggunaan tanda titik, contohnya, beberapa aplikasi tidak konsisten menempatkan titik di akhir kalimat. Padahal, kata Ivan, penulisan UI/UX harus menjunjung konsistensi.

“Ini sering terjadi, ya. Kalau iseng-iseng, teman-teman boleh lihat aplikasi yang sering dipakai. Nanti pasti ketawa-ketawa sendiri melihat banyak yang tidak konsisten,” imbuhnya.

Ivan tidak luput merinci hal-hal penting lainnya terkait penulisan mikrokopi, seperti tombol, input, keadaan kosong (empty state), transisi, pesan konfirmasi, dan pesan saat kondisi galat (error).

Lebih lanjut, Ivan menegaskan, sebelum menyusun teks, rumusan persona produk dibuat terlebih dahulu. Persona apa yang ingin ditampilkan kepada audiens merupakan dasar untuk menyusun mikrokopi UI/UX itu.

Hal itu nantinya juga akan berdampak kepada penggunaan bahasa formal dan nonformal dalam teks. Selama bahasa yang dipilih selaras dan konsisten dengan persona produk, penulis UI/UX bebas menggunakan bahasa formal ataupun nonformal.

“Kuncinya adalah memahami konteks. Kita buat dulu rumusan persona dari produk yang diwakilkan. Inilah yang dijadikan dasar ketika menyusun teks. Jadi, bukan soal audiensnya umur berapa, melainkan citra apa yang ingin disampaikan oleh produk tersebut,” terangnya.

Setelah itu, saat menjabarkan materi terakhir, yakni aspek bahasa, Ivan menyoroti keefektifan kalimat. Ada lima faktor yang membangun keefektifan kalimat, yaitu lugas, tepat, jelas, hemat, dan sejajar. Menurut Ivan, lima faktor itu harus diperhatikan ketika menulis mikrokopi UI/UX.

“Ini yang menjadi fokus perhatian saya. Penyusunan kalimat di dalam UI/UX ini sangat memperhatikan faktor-faktor keefektifan,” kata Ivan pada penghujung pemaparannya.

Penulis: Fath Putra Mulya
Penyunting: Harrits Rizqi