Pernahkah Kerabat Nara merasa senang karena perkataan seseorang? Atau, sebaliknya, pernahkah Kerabat Nara merasa kecewa, bahkan sampai menangis, karena perkataan seseorang? Terlepas dari keikutsertaan perasaan dalam proses komunikasi tersebut, saya rasa kita semua sepakat bahwa bahasa yang kita gunakan saat bertutur memiliki kekuatan untuk memengaruhi respons mitra tutur. Jangan sampai, alih-alih mengungkapkan gagasan atau ekspresi, kita malah menyakiti hati mitra tutur.
Nah, enam prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech (1983) berikut ini dapat kita terapkan untuk meminimalisasi kemungkinan buruk tersebut.
Kebijaksanaan (tact)
Prinsip ini dapat kita terapkan saat hendak meminta tolong, meminta pendapat, atau meminta kesediaan apa pun. Seperti nama prinsipnya, kita perlu bersikap bijak untuk menerapkannya. Upayakan untuk memahami sudut pandang atau keadaan mitra tutur. Misal, saat kita ingin meminta tolong kepada seseorang, “Kalau ada waktu luang, tolong periksa tulisan saya, ya.”
Kedermawanan (generosity)
Bederma atau beramal tidak melulu dengan wujud materi. kita bisa melakukannya dengan bertutur. Tentu, setelahnya, kita perlu menyelesaikan tanggung jawab yang kita tuturkan. Misal, saat kita menawarkan untuk menyelesaikan sesuatu, “Biar saya yang nanti mencuci piringmu.” Ingat, lo, ya, kita baru dapat dikatakan menerapkan prinsip kedermawanan jika kita menuntaskannya. Jangan beri mitra tutur harapan palsu, ya.
Penghargaan (approbation)
Dalam menerapkan prinsip penghargaan ini, kita perlu mengawali tuturan dengan pujian. Misal, saat kita merespons sajian presentasi seseorang, “Salindiamu bagus dan mudah dimengerti.” Setelah itu, kita dapat mengajukan pertanyaan atau masukan. Kadang, penerapan prinsip penghargaan membuahkan respons suuzan, seperti “pasti ada maunya, kan, lo, muji-muji.” Meski begitu, percayalah, hati mitra tutur itu pasti merasa senang. Ia hanya tidak menunjukkannya.
Kerendahanhatian (modesty)
Prinsip kerendahanhatian ini bisa kita terapkan saat ingin memperjelas maksud mitra tutur. Awalilah dengan menyalahkan diri sendiri. Misal, “Duh, maaf, saya tidak berfokus memperhatikan paparan salindia ke-3 tadi. Boleh tolong jelaskan ulang?” Dengan begitu, mitra tutur menjadi tahu alasannya perlu menjelaskan ulang.
Kesetujuan (agreement)
Pernahkah Kerabat Nara berdebat dengan mitra tutur? Nah, coba, deh, sesekali terapkan prinsip kesetujuan ini agar suasana perdebatan tidak terlalu panas. Awali dengan kalimat yang menyatakan bentuk dukungan kita terhadap pernyataan mitra tutur. Setelah itu, sampaikan yang menjadi pernyataan kita. Misal, “Saya setuju dengan pendapat Anda, tetapi saya punya usul tambahan …”
Simpati (sympathy)
Prinsip simpati ini bisa kita terapkan saat kita dan mitra tutur sedang menghadapi masa-masa sulit. Misal, saat sedang menyelesaikan pekerjaan yang rumit, “Saya paham pekerjaan ini berat. Namun, kita pasti bisa melaluinya.” Sambil dipijit juga boleh, lo. Tindakan tersebut dapat menjadi nilai tambah dan membuat mitra tutur makin bersemangat menyelesaikan pekerjaan.
Keenam prinsip kesantunan berbahasa di atas dapat kita terapkan untuk berbagai kondisi, termasuk saat sedang mendekati seseorang. Semangat, ya!
Referensi:
Leech, Geoffrey. 1983. The Principles of Pragmatics. London: Longman Group UK.
Penulis: Dessy Irawan
Penyunting: Ivan Lanin