Pada pekan lalu, Abdul Chaer berpulang. Beliau merupakan salah satu tokoh linguistik Indonesia yang buku-bukunya sering kali saya jadikan sebagai acuan untuk menulis artikel di situs Narabahasa. Saya mencoba mengingat-ingat buku beliau yang saya baca pertama dan kesan saya waktu itu.

Dalam salah satu artikel Narabahasa, saya pernah bilang bahwa pada masa kuliah, saya sama sekali tidak menyukai linguistik. Minat saya hanyalah sastra, bukan linguistik. Namun, saya harus berhadapan dengan mata kuliah wajib Fonologi.

Buat saya, di antara mata kuliah pada semester dua waktu itu, Fonologi adalah yang paling sulit. Di sinilah saya pertama kali mendengar nama Abdul Chaer sebab bukunya, Fonologi Bahasa Indonesia (2013), menjadi pegangan wajib para mahasiswa. Kendati begitu, buku ini sering saya tinggalkan di rumah. Bukunya memang tidak terlalu tebal, kira-kira berjumlah seratus halaman. Namun, entah mengapa, Fonologi Bahasa Indonesia terasa berat.

Saya kira, setelah lulus dengan nilai pas-pasan dari mata kuliah Fonologi, saya tidak perlu lagi membawa, bahkan membuka buku tersebut. Saya keliru sekali. Harapan saya untuk tidak lagi bertemu dengan buku-buku lainnya karya Chaer juga patah begitu saja. Justru pada kelas-kelas berikutnya, saya makin sering mendengar nama beliau. Saya pun makin sering memfotokopi materi-materi dari buku Chaer.

Ketertarikan saya terhadap linguistik baru tumbuh pascalulus sebagai sarjana. Ditambah lagi, cakrawala saya tentang linguistik makin terbuka ketika saya mulai menulis untuk Narabahasa. Bisa dibilang, untuk bisa menulis artikel tentang linguistik, saya harus belajar dari nol. Saya banyak bertanya kepada teman-teman yang menaruh minat pada linguistik. Setelah dulu hanya bermodalkan fotokopian, saya mulai membeli buku-buku linguistik. Coba tebak, siapa sosok linguis yang mempermudah saya dalam mendalami ilmu bahasa Indonesia? Ya, Abdul Chaer.

Melalui tulisan-tulisan Chaer, saya belajar banyak hal tentang linguistik. Salah satu buku beliau yang kerap saya buka hingga hari ini ialah Linguistik Umum (2007). Buku ini membahas tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Linguistik Umum ditutup dengan bab “Sejarah dan Aliran Linguistik” yang memuat informasi perihal linguistik tradisional, strukturalis, transformasional, dan kondisi linguistik di Indonesia. 

Saya juga sering membuka kembali buku Fonologi Bahasa Indonesia. Saya baca ulang setiap babnya dan ternyata ia tidak seberat itu.

Mungkin memang benar, belajar merupakan proses tanpa henti. Lulus dari kampus tidak menjadikan saya sebagai seseorang yang akrab betul dengan linguistik. Meninggalnya Abdul Chaer juga tidak membuat mendiang selesai sebagai tokoh linguistik. Masih banyak buku-buku beliau yang belum saya baca; masih banyak ilmu yang perlu saya serap dari tulisan-tulisan beliau.

Terima kasih, Babe Abdul Chaer, atas sumbangsihmu terhadap linguistik Indonesia. Karyamu abadi. Selamat jalan.

 

#abdulchaer #tokohlinguistik

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin