Bermeditasi dan Menulis

oleh Yudhistira

Kebuntuan dalam menulis atau writer’s block adalah hal yang sering dihadapi oleh penulis. Berbagai kiat untuk mengatasinya dapat kita temukan di internet. Saya pun pernah menuliskannya lewat artikel “Kebuntuan dalam Menulis Bukan Malapetaka” dan “Produktif Menulis dengan Teknik Pomodoro”

Namun, hari ini, saya menemukan tip lain untuk mengatasi hambatan tersebut. Bahkan, cara ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas dalam menulis. Pada 2019, Kelsey Worsham menulis sebuah artikel berjudul “Feeling Zen: Meditation Techniques and At-Desk Exercises for Writers”. Saya tahu, meditasi dapat membantu kita dalam menjalani hidup dengan kesadaran penuh. Hasilnya adalah ketenangan. Kita pun bisa terhindar dari kecemasan yang berlebihan. Di luar itu, meditasi merupakan salah satu cara untuk mencintai diri sendiri. Saya tidak pernah menduga bahwa meditasi memiliki korelasi dengan aktivitas menulis.

Meditation is great for writers because so much of our work takes place in our heads,” tulis Worsham. Sering kali, ketika menulis, kepala kita penuh dengan ide. Kadang kala sebaliknya, pikiran ini hampa dan kita tidak tahu harus menulis apa. Keduanya dapat berujung pada sesuatu yang tidak kita inginkan, yaitu frustrasi. Dampaknya juga berkaitan dengan keletihan mental (burnout).

 

Pemindaian Tubuh

Meditasi bisa dilakukan melalui berbagai teknik. Di sini, Worsham menyarankan pemindaian tubuh atau body scanning. Manfaatkanlah suatu ruangan yang sunyi untuk berdiam diri. Silakan duduk atau berdiri senyaman mungkin. Perlahan-lahan, gerakkan bagian tubuh kita satu per satu, mulai dari kepala, tangan, badan, hingga kaki. Dengan teknik ini, kita dapat merelaksasikan tubuh dari ketegangan.

 

Bernapas dengan Sadar

Bernapas dengan sadar, pada dasarnya, adalah mindful breathing atau breath awareness. Hiruplah udara dari hidung dan embuskan lewat mulut di dalam ruangan yang sunyi. Teknik ini bertujuan menyehatkan pikiran kita.

 

Rasakan Cinta Kasih

Worsham kemudian menyarankan kita untuk menutup mata dengan posisi berdiri. Dalam teknik ini, bayangkanlah orang-orang yang kita cintai tengah memberikan dukungan, kehangatan, dan cinta kepada kita. Intinya, penuhi diri kita dengan perasaan yang menyenangkan.

Tiga teknik tersebut dapat membantu kita untuk bebas dari kecemasan, baik karena kelimpahan maupun ketiadaan ide tulisan. Guna menyelesaikan sebuah masalah, ada baiknya kita tenang terlebih dahulu, menyadari situasi terkini, dan mengurainya perlahan-lahan. Tentu saja, harapannya, kita dapat mengambil keputusan dengan bijak, entah mengambil waktu untuk beristirahat dari aktivitas menulis atau melanjutkan draf dengan kepala yang lebih dingin.

Bagaimana caranya melanjutkan draf dengan kepala yang lebih dingin? Untuk hal ini, saya kira, kiat dari C.M. Hamilton dapat kita terapkan. Nyatanya, menulis dapat menjadi meditasi itu sendiri. Beliau menyarankan kita untuk melakukan tiga langkah berikut.

 

Tuliskan Sepuluh Ide Buruk

Dalam kurun lima sampai lima belas menit, tuliskanlah sepuluh ide atau topik buruk yang terlintas di kepala kita, apa pun itu. Supaya cukup mengerucut, kita dapat mengakalinya dengan memberikan batasan, contohnya “Sepuluh Ide Buruk untuk Menulis tentang Kesehatan Mental”. Dengan adanya keterangan buruk di sana, kita bisa bebas untuk bereksplorasi.

 

Tentukan Kerangka

Rumuskan kerangka tulisan dalam waktu sepuluh hingga dua puluh menit. Percayalah, kerangka dapat membantu kita untuk berpikir secara sistematis. Terlebih, kerangka yang berupa daftar bisa memudahkan kita dalam menulis secara efisien. Kita pun jadi lebih tahu akan gambaran besar tulisan kita.

 

Curahkan lewat Surat

Apabila kebuntuan masih menghantui, kita dapat menulis secarik surat. Hamilton merekomendasikan kita untuk menulis surat kepada orang tua, kakek, atau nenek. Ceritakan kondisi yang sedang kita alami saat ini, bisa tentang kondisi pekerjaan, percintaan, bahkan keuangan pribadi. Surat adalah salah satu alat komunikasi yang sentimental dan personal. Tumpahkan segalanya di sana. Mungkin saja, hati dan pikiran kita bisa lebih lega. 

Bagi saya, surat tersebut bisa ditujukan kepada siapa pun, tidak terbatas untuk keluarga saja. Lebih dari itu, surat tersebut tidak harus dikirimkan, kok. Ibarat sebuah petualangan, menulis surat dapat dimanfaatkan untuk menemukan apa-apa yang sebenarnya sedang mengganggu kita.

 

Rujukan:

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin



Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar