Kinara Episode Ke-53: Selesai itu Lebih Penting daripada Sempurna

oleh Narabahasa

Kinara (Kicauan Narabahasa) episode ke-53 menghadirkan Salman Aristo, seorang penulis skenario film sekaligus penulis buku Film Bisa Dieja, dengan ditemani oleh Aulia Rahmadita sebagai moderator dan Ivan Lanin sebagai pemantik. Episode kali ini diselenggarakan pada Minggu, 10 Agustus 2025, melalui platform Spaces X.

Salman Aristo, akrab disapa Aris, mengungkapkan bahwa ia tidak pernah secara sadar memilih menjadi penulis. Karya pertamanya adalah sebuah puisi, tetapi karier yang pertama ia kejar justru sebagai musisi. Aris pernah juga menjadi reporter hingga akhirnya menapaki dunia penulisan skenario.

Minat membaca dan menulisnya tumbuh sejak dini karena pengaruh sang ayah yang bekerja sebagai agen koran dan majalah. “Sejak kecil, saya menyerap banyak informasi dan cerita hingga menumpuk di kepala. Lalu, akhirnya saya ingin bisa menulis. Sampai sekarang, saya hampir setiap hari menulis puisi,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan tentang perbedaan menulis film dan serial, Aris menjelaskan bahwa film cenderung horizontal seperti cerpen, sementara serial vertikal seperti novel. Film menuntut kepadatan, fokus, dan konsumsi cerita yang jelas, sedangkan serial memiliki napas yang panjang dengan perkembangan karakter yang berlapis.

Menurut Aris, kealamian dalam menulis lahir dari pengamatan, bukan sekadar usaha untuk membuat tulisan terlihat alami. Ia mengungkapkan bahwa seorang penulis memiliki formulasi tertentu. Aris sendiri selalu memulai dari premis, lalu mengembangkan alur, karakterisasi, hingga konflik yang menggerakkan cerita.

Ivan Lanin bertanya apakah premis bisa berubah. Aris menjelaskan bahwa premis idealnya utuh untuk satu cerita. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya dua hingga tiga premis untuk karakter berbeda, yang justru memperkaya kompleksitas cerita. Ia juga menegaskan pentingnya menguji premis, baik melalui diskusi tim maupun uji coba kepada orang lain.

Aris juga menceritakan tantangannya selama menulis skenario, yaitu menjaga kejujuran tanpa mengorbankan nyawa cerita di tengah kepentingan industri, selera pasar, dan idealisme penulis. “Cerita adalah karakter yang tumbuh dalam perubahan. Manusia itu hasil negosiasi dari apa yang dia inginkan dan apa yang dunia izinkan,” ujarnya.

Ketika membandingkan menulis puisi, berita, dan skenario, Aris menjelaskan bahwa meski tekniknya berbeda, semuanya berpegang pada satu hal, yaitu cerita. Aris berusaha menyampaikan cerita pada tiap tulisannya. Bedanya adalah pada teknis penulisan dan mediumnya.

Menanggapi pertanyaan tentang hambatan menulis, bagi Aris menyelesaikan karya lebih penting daripada mengejar kesempurnaan. “Selesai dulu saja, karena nanti juga bisa diperbaiki,” ujarnya. Ia pun membagikan salah satu trik menjaga momentum menulis, yaitu jangan menuntaskan kalimat terakhir sehingga esoknya bisa melanjutkan menulis tanpa memulainya lagi dari nol dan kehilangan arah.

Menutup Kinara episode ke-53 ini, Aris menegaskan bahwa cerita bukan lagi milik penulis setelah selesai dibaca atau ditonton. Pembaca dan penonton akan menafsirkan karya dengan cara yang tak pernah direncanakan penulis.

“Itulah keindahan dari menulis, [yaitu] ketika karya bisa tumbuh di luar kendali kita dan menjadi sumber inspirasi baru bagi orang lain dengan cara yang tak terduga,” tutupnya.

 

Penulis: Yuhaenida Meilani

Penyunting: Rifka Az-zahra

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar