Mengapa Harus Diindonesiakan?

oleh Yudhistira

Pusat Bahasa menerbitkan sebuah buku pada 2003 berjudul Anda Bertanya Kami Menjawab: Seputar Masalah Bahasa dan Sastra (ABKM). Buku ini memuat pertanyaan-pertanyaan umum mengenai kebahasaan yang sering dilontarkan oleh masyarakat dalam kurun 1997–2002. Tim penyusun ABKM yang dikepalai Dendy Sugono selaku penanggung jawab lantas mencoba memaparkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. 

Salah satu pertanyaan yang muncul adalah “Apakah tujuan pemodernan bahasa?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut tertulis sebagai berikut:

“Pemodernan bahasa bertujuan untuk menjadikan bahasa itu memiliki taraf yang secara fungsional sederajat dengan bahasa lain di dunia yang sudah mantap. Pemodernan itu akan memudahkan kita untuk menyerap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”

Modernisasi bahasa acap menjadi solusi demi menjawab tantangan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Peneroka Penelitian Bahasa dan Sastra: Enam Puluh Lima Tahun S. Effendi (2002), Hasan Alwi menulis satu esai yang bertajuk “Bahasa dan Peristilahan Iptek”. Beliau menyatakan, “Dengan makin beragamnya bidang kehidupan yang menjadi ranah pemakaian bahasa, soal peristilahan untuk setiap ranah pemakaian itu juga akan berpengaruh terhadap tingkat keefektifan bahasa sebagai sarana komunikasi.” Betul saja, banyak sekali istilah dalam ranah tertentu yang lebih mudah diungkapkan dalam bahasa asing. Bahasa Indonesia terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri.

Contohnya begini. Narabahasa dan Gandiwa Nusantara bekerja sama untuk membuat daftar padanan istilah dalam dunia komunikasi pemasaran. Salah satu kata yang dipadankan adalah unique selling proposition (USP). Kamus Cambridge merujuk silang kata tersebut pada unique selling position yang mengartikan ‘a feature of a product that makes it different from and better than all its competitors’. Mudahnya, menurut Neil Patel yang tergolong sebagai sepuluh praktisi pemasaran terbaik berdasarkan Forbes, USP adalah suatu aspek yang membuat bisnis kita tampak berbeda sehingga mampu mengundang pelanggan.

Narabahasa dan Gandiwa Nusantara memadankan USP menjadi nilai jual unik. Salah satu Kerabat Nara lantas berpendapat pada kolom komentar bahwa point sebaiknya tidak dipadankan dengan nilai. Katanya, point adalah sinonim dari proposition yang berarti perihal, ihwal, hal, maksud, pokok, atau penjelasan. Lebih lanjut, karena proposisi sudah tercantum dalam KBBI, beliau berpesan kalau padanan yang pas untuk USP adalah proposisi penjualan unik.

Tentu ini suatu fenomena yang menarik, yang membuktikan bahwa pemadanan satu istilah saja membutuhkan upaya yang serius. Sementara itu, dalam ranah lain, musik misalnya, istilah seperti single, extended play, mixing, dan mastering belum terjamah dengan baik. KBBI memang sudah mencatat lema singgel. Namun, kata yang bermakna ‘permainan tunggal, misalnya dalam bulu tangkis’ itu rasanya tidak cocok untuk digunakan dalam bidang musik. Mixing kerap disandingkan dengan menata suara kendati belum ditetapkan secara resmi.

Suatu waktu, teman saya bertanya, “Kenapa, sih, semuanya harus diindonesiakan?” Barangkali Kerabat Nara juga punya pertanyaan yang sama. Alwi, dalam esai yang sama, memberikan sedikit penjelasan bahwa “Pencantuman istilah bidang ilmu dalam kamus bahasa Indonesia itu jelas memberikan manfaat yang sangat besar, terutama dilihat dari kelompok sasaran pemakaiannya karena yang dapat memanfaatkan istilah-istilah tersebut bukan terbatas hanya pada para ahli bidang ilmu yang bersangkutan, melainkan juga masyarakat umum yang menggunakan kamus bahasa Indonesia tersebut.” Jika saya mengutarakan “Ma, aku mau rilis single, lo, minggu depan” kepada Ibu saya, beliau belum tentu mengerti.

Mungkin, manfaat terpenting dari pemadanan istilah asing adalah untuk menjelaskan sebuah konsep sehingga pengguna bahasa bisa berada dalam pemahaman yang setara. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi makin berkembang. Saya rasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sudah bekerja keras untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Namun, masalah-masalah lain yang perlu ditangani adalah diskusi dan pelibatan para praktisi keilmuan lain guna menjamin keakuratan pemadanan, sosialisasi bagi masyarakat umum, serta pemerataan akses untuk ketersediaan informasi.

#pemadanan #istilah

Rujukan:

 

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin

Anda mungkin tertarik membaca

Tinggalkan Komentar